REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membantah terburu buru dalam menetapkan status tersangka pada Wa Ode Nurhayati terkait dugaan tindak pidana pencucian uang. Menurut KPK, pihak yang beranggapan seperti itu harus melihat kasus ini secara utuh.
"Harus dilihat sudut pandangnya dalam menangani kasus itu. Harus dilihat secara utuh," kata Wakil Ketua KPK Zulkarnaen saat dihubungi Republika, Rabu (25/4).
Menurut Zulkarnaen, pihak-pihak yang menuding itu juga harus melihat anatomi (struktur) penanganan kasus itu secara jelas, dimana pihak-pihak yang terlibat dalam kasus itu jelas melakukan perbuatan menyimpang.
"Kita tidak sembarangan menetapkan status tersangka. Tentunya, kalau ada alat bukti dan prosesnya cukup tentu ditetapkan sebagai tersangka," kata Zulkarnaen.
Kubu Wa Ode Nurhayati menyatakan kecewa dengan keputusan KPK yang kembali menetapkan Wa Ode sebagai tersangka tindak pidana pencucian uang dari kasus suap Dana Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah (DPPID). Penetapan status tersangka itu dianggap terlalu terburu-buru.
"Terlalu terburu-buru. Kasus yang saat ini sedang ditangani saja (kasus DPPID) belum selesai tapi sudah menetapkan status tersangka pada kasus yang lainnya," kata salah satu anggota tim kuasa hukum Wa Ode, Sulistyowati saat dihubungi Republika, Selasa (24/4).
Johan mengatakan, Wa Ode dijerat dengan Pasal 3 atau Pasal 4 atau Pasal 5 UU/8/2010 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang. Namun, saat ditanya bentuk pencucian uang yang dilakukan oleh Wa Ode, Johan tidak bisa menjelaskan lebih jauh. Ia hanya mengatakan bahwa KPK menemukan ada harta milik Wa Ode yang berasal dari hasil tindak pidana pencucian uang kasus suap DPPID.
"Jadi kita menemukan ada harta yang bersangkutan masuk ke KPK kita telusuri kita sangkakan terkait TPPU," kata Johan. Namun, Johan kembali tidak bisa menjelaskan bentuk harta tersebut. Selain itu, ia juga tidak bisa menjelaskan berapa nilainya dan nilai kerugian negaranya.
Sebelumnya, Wa Ode juga ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus DPPID. Wa Ode diduga telah menerima suap sebesar Rp 6,9 miliar dari kader Partai Golkar lain Haris Surahman.