REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Menteri Keuangan Agus Marto Wardojo mengatakan, pengendalian BBM harus dilakukan untuk mengurangi beban subsidi yang harus ditanggung oleh negara.
"Yang besar komponennya adalah kalau kita mengeluarkan pengendalian (BBM). Pengendalian ini harus dilakukan," katanya setelah mengikuti sidang kabinet paripurna di kantor kepresidenan, Jakarta, Selasa (24/4).
Agus menjelaskan, opsi pengendalian BBM menjadi salah satu topik utama yang dibahas di dalam sidang kabinet.
Selain itu, sidang kabinet yang dipimpin oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono juga membahas opsi penghematan yang lain, seperti penghematan biaya operasional kementerian dan lembaga negara. Namun, sidang kabinet itu belum memutuskan kebijakan yang akan diambil terkait permasalahan subsidi BBM.
Menurut dia, opsi pengendalian BBM bersubsidi cukup efektif untuk melakukan penghematan dan mengurangi kuota BBM bersubsidi. Saat ini, kuota BBM bersubsidi adalah 40 juta kiloliter. Jumlah itu bisa membengkak jika tidak ada pengendalian pemakaian BBM.
Peningkatan kuota BBM bersubsidi berarti penambahan beban subsidi yang harus ditanggung negara. APBNP 2012 telah menetapkan subsidi BBM sebesar Rp137,38 triliun.
Padahal, jumlah subsidi itu ditetapkan dengan asumsi harga BBM bersubsidi naik menjadi Rp 6000 per liter. Hal itu berarti jumlah subsidi yang harus ditanggung oleh negara akan semakin besar karena harga BBM bersubsidi tidak naik.
Agus menjelaskan, negara berpotensi menanggung beban subsidi tambahan sebesar Rp 5 triliun per bulan selama tidak ada kebijakan penyesuaian harga atau pengendalian BBM.
"Kita ada simulasinya. Iya memang setiap bulan tertunda bisa membuat Rp 5 triliun tambahan subsidi itu akan terjadi," katanya. Pemerintah sampai saat ini belum memutuskan akan melakukan pegendalian atau penyesuaian harga BBM.