Selasa 24 Apr 2012 12:15 WIB

Kemenlu Kutuk Penembakan TKI oleh Malaysia

Rep: A.Syalaby Ichsan/ Red: Hafidz Muftisany
Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa dan Juru Bicara Kemenlu Michael S Tene
Foto: Antara
Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa dan Juru Bicara Kemenlu Michael S Tene

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Luar Negeri tidak bisa menerima kasus penembakan terhadap tiga Tenaga Kerja Indonesia  pada 25 Maret 2012 lalu. Juru bicara Kemenlu, Micheal S Tene, mengaku sudah meminta penjelasan langsung kepada Pemerintah Malaysia melalui Kedutaan Besar Republik Indonesia di Kuala Lumpur.

"Sebagai negara yang menjunjung tinggi hukum dan asas praduga tidak bersalah, pemerintah Indonesia tidak bisa menerima kasus yang menyebabkan kematian tiga TKI," ungkap Micheal saat dihubungi Republika, Selasa (24/4).

Menurutnya, pemerintah ingin mengetahui kronologis peristiwa tersebut apakah sudah sesuai dengan prosedur yang berlaku atau tidak. Micheal pun mengaku sudah menyiapkan pengacara di KBRI untuk membantu memastikan langkah-langkah hukum apa yang akan diambil terkait dengan tewasnya tiga TKI.

Selain itu, Micheal menjelaskan sudah menawarkan kepada keluarga korban untuk mengotopsi ulang jenazah-jenazah tersebut. Menurutnya, otopsi untuk membuktikan dugaan keluarga apakah memang terjadi jual-beli organ dalam tubuh atau tidak.

Micheal menjelaskan  pemerintah ingin mendapatkan hasil otopsi yang objektif dari tiga jenazah TKI yang sudah dimakamkan di Indonesia. "Jenazah memang sudah diotopsi di Malaysia, tapi kita tawarkan kepada keluarga agar diotopsi ulang,"jelasnya.

Tiga TKI asalh Pancor Kopong, Pringgasela Selatan, Lombok Timur, NTB, yakni Herman (34), Abdul Kadir Jaelani (25), dan Mad Nur (28), tewas ditembak polisi Malaysia pada 25 Maret 2012 dinihari di kawasan Port Dickson, Malaysia. Polisi setempat berdalih penembakan dilakukan karena adanya dugaan penyerangan saat hendak ditangkap. Keluarga korban menduga adanya praktik penjualan organ tubuh dari korban tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement