Senin 23 Apr 2012 17:47 WIB

PDIP Tuding Pemerintah Paksa Publik Gunakan Pertamax

The subsidized oil restriction is applies gradually, wheareas Pertamax is available. (illustration)
Foto: Republika/Edwin Dwi Putranto
The subsidized oil restriction is applies gradually, wheareas Pertamax is available. (illustration)

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Fraksi PDIP DPR RI menilai rencana pemerintah membatasi konsumsi BBM bersubsidi untuk jenis kendaraan bermotor diatas 1500 CC sama artinya sama dengan memaksa masyarakat agar segera beralih menggunakan Pertamax.

Kepada pers di Gedung DPR Jakarta, Senin, Ketua Kelompok Fraksi PDIP di Komisi VII Daryatmo Mardiyanto mengatakan bahwa ada tendensi pemerintah memaksa kelompok masyarakat level tertentu agar mengkonsumsi BBM yang tidak bersubsidi.

Padahal, ia menambahkan, berbagai data dan alasan yang digunakan pemerintah sebagai dasar untuk melakukan pembatasan BBM bersubsidi itu sangat tidak akurat.

"Semula Menkeu mengatakan bahwa kuota BBM bersubsidi itu sudah terlampau hingga 47 juta kilo liter dari alokasi di APBNP sebesar 40 juta kilo liter. Lalu kemudian direvisi menjadi 44 juta kilo liter dan terakhir dinyatakan kebutuhan itu 43 juta kilo liter," ujarnya.

Dikemukakannya bahwa kalaupun angka konsumsi BBM bersubsidi itu sudah mencapai 43 juta kilo liter, kelebihan tersebut menurut perhitungan PDIP masih bisa ditutupi oleh realokasi anggaran bantuan langsung sementara masyarakat yang gagal dilaksanakan.

"Jadi sesungguhnya tidak perlu ada rencana pembatasan karena realokasi anggaran yang semula diperuntukkan bantuan langsung sementara sudah cukup untuk menutup subsidi BBM itu," ujarnya.

Mardiyatmo juga mempertanyakan mengapa pemerintah selalu menyodorkan data dan informasi yang simpang-siur terkait BBM itu.

"Survei yang kami lakukan, selama ini subsidi BBM masih tepat sasaran. Tidak benar jika pemerintah mengatakan subsidi telah salah sasaran sehingga harus dilakukan pembatasan konsumsi BBM bersubsidi ini," ujarnya.

Lebih lanjut politisi PDIP itu menuding pemerintah tidak pernah berupaya memberikan pilihan-pilihan kepada masyarakat, seperti konversi gas atau hal lainnya.

Ditempat yang sama, anggota Komisi XI DPR RI dari FPDIP Dolfie OFP mengatakan bahwa karena skenario sesuai pasal 7 ayat 6A UU APBN tidak memungkinkan pemerintah untuk menaikkan harga BBM sebelum 6 bulan, maka opsi yang ditempuh pemerintah adalah kembali ke pembatasan konsumsi BBM bersubsidi.

Senada dengan Mardiyatmo, Dolfie juga mengkritik pemerintah yang dinilainya tidak konsisten dengan rencana konversi BBM ke gas yang telah dialokasikan anggarannya sebesar Rp2 triliun.

"Kebijakan pemerintah ternyata lebih pada pilihan memaksa masyarakat agar beralih menggunakan Pertamax," ujarnya.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement