REPUBLIKA.CO.ID, PONTIANAK -- Tiga tenaga kerja Indonesia (TKI) asal Nusa Tenggara Barat yang bekerja di Malaysia diduga menjadi korban perdagangan organ tubuh.
"Kami akan mendampingi keluarga korban untuk bertemu Direktur Perlindungan WNI dan BHI di Kementerian Luar Negeri, siang ini," kata Direktur Eksekutif Migrant CARE, Anis Hidayah, saat dihubungi Antara, di Pontianak, Senin.
Ketiga korban yakni Herman (34), Abdul Kadir Jailani (25) dan Mad Noor (28). Ketiganya asal Desa Pancor Kopong Pringgasela Selatan dan Pengadangan, Kecamatan Pringgasela, Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat. Anis mengatakan mereka dipulangkan dalam keadaan meninggal dunia. Ketiganya diduga menjadi korban perdagangan orang (penjualan organ tubuh).
Hirman (kakak Abdul Kadir Jaelani), yang secara langsung melihat kondisi korban di rumah sakit Malaysia, menuturkan ketiganya sudah dijahit pada dua matanya. Bagian dadanya melintang dari dada dekat lengan kanan kiri ke dada dekat lengan kanan.
Bagian tengah perut secara vertikal terjahit dari dada hingga perut bagian bawah pusat. Bagian perut dari sebelah kanan perut hingga sebelah kiri juga terjahit secara melintang.
Kronologis Penemuan
Herman dan Abdul Kadir Jailani bekerja sebagai pekerja konstruksi. Sedangkan, Mad Noon bekerja di perkebunan kelapa sawit.
Kronologis ketiganya ditemukan meninggal dunia yang dihimpun Migrant CARE pada Jumat (23/3), tepatnya jam 10 malam, salah satu korban atas nama Herman menelpon istrinya bahwa saat itu ia bersama dua kawannya sedang pergi memancing di tempat pemancingan. Diinformasikan juga bahwa dia berniat pulang untuk lihat anaknya karena saat pergi Herman meninggalkan istri bersama anaknya yang masih berusia lima bulan.
Namun, dua atau tiga hari kemudian Herman tidak bisa dihubungi lagi. Kemudian, Minggu (25/3) atau Senin (26/3), keluarga korban sempat membaca sebuah surat kabar lokal berbahasa Mandarin yang isinya ditemukan dua sepeda motor di tempat pemancingan.
"Berangkat dari informasi ini, selanjutnya Wildan, keluarga dari Abdul Kadir bersama majikan membuat berita kehilangan di kantor kepolisian setempat. Pada saat di kepolisian Wildan disarankan untuk langsung ke rumah sakit," kata Anis Hidayah.
Anis Hidayah mengungkapkan, jahitan jahitan pada korban membuat fakta yang sangat berbeda dengan informasi dokumen yang diberikan oleh pejabat setempat. "Bahwa mereka mati tertembak. Seperti 'Guns hot Wound on the head, Multiple Gun Shot Wounds' dan Kesan Tembakan Berganda," kata dia.
Setelah melalui proses, ketiga jenazah dikirim ke NTB pada Kamis (5/4) dan dimakamkan di kampung halaman masing-masing esoknya. Keluarga korban kemudian meminta bantuan LSM setempat, Yayasan Kelompok Studi Lingkungan dan Pariwisata serta Migrant CARE untuk mendapat advokasi.