REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-Majelis Ulama Indonesia (MUI) tegas menginginkan peran pemerintah sebagai pengawas operasional penetapan produk halal. Peran ulama tetap sebagai pembuat fatwa berupa sertifikat halal.
"MUI concern pada penetapan UU baru jaminan produk halal karena menyangkut agama dan fatwanya agar sesuai syar'i. Itu saja tak ada yang lain,"tegas Ketua MUI KH Amidhan di kantor MUI Pusat, Jumat (20/4). Prosedur sesuai syar'i yang dimaksudnya dengan mengeluarkan sertifikat halal berupa fatwa tertulis oleh Komisi Fatwa tentang kehalalan produk.
Amidhan menegaskan, sertifikat yang dikeluarkan MUI bereda dengan sertifikat lainnya karena ada standarisasi fatwa sesuai agama Islam. Bahkan per 16 Januari 2012 lalu, wakil presiden RI meluncurkan standar halal MUI berupa tiga seri buku standarisasi halal. "Dengan ini fatwa halal Indonesia diakui dunia dan dijadikan rujukan lembaga sertifikasi halal seluruh dunia,"terang Amidhan.
Selain itu, tersedia sistem jaminan halal dari MUI yang telah dijalankan selama 23 tahun terakhir. Sehingga pelaksanaan pengujian kehalalannya terjamin. "MUI hanya minta satu kegiatan untuk menjamin penyelenggaraan jaminan produk halal dari hulu ke hilir, yaitu sertifikasi halal,"papar Amidhan.
Kengototan para ulama terkait sertifikasi produk halal ini ternyata tak lepas dari kondisi terkini. Selain tengah berdilema dengan penetapan RUU Jaminan Produk Halal, ada tarik ulur tentang kelembagaan yang melakukan audit produk. Selama ini, imbuh Amidhan, aturan yang berlaku tak membuat produsen bebas melewati prosedur penetapan sebagai produk halal