REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA---Lembaga Swadaya Masyarakat Centre for Orangutan Protection menyatakan bahwa tuntutan Jaksa Penuntut Umum Pengadilan Negeri Tenggarong, Kalimantan Timur terlalu ringan dalam kasus pembantaian orangutan di Tenggarong, Kalimantan Timur.
"Tuntutan jaksa terlalu ringan, padahal jaksa bisa menuntut maksimal karena kejahatan yang mereka lakukan juga besar, yakni membantai orangutan secara sistematis," kata Juru Kampanye COP, Michel Irarya, dalam siaran pers, Selasa (17/4).
Michel Irarya mengatakan bahwa seharusnya jaksa bisa menuntut maksimal dengan merujuk pada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, dan para pelaku dapat diancam dengan hukuman penjara maksimum lima tahun dan denda Rp 100 juta.
Tuntutan yang diberikan jaksa di Kabupaten Kutai Kertanegara itu kepada dua orang eksekutif PT. Khaleda Agroprima Malindo yang merupakan anak perusahaan asal Malaysia, Metro Kajang Holdings (MKH) Berhad, hanya satu tahun penjara, denda Rp 50 juta subsider enam bulan kurungan, sementara dua orang eksekutor lapangan hanya dituntut satu tahun penjara, denda Rp 20 juta, subsider enam bulan kurungan.
Michel menambahkan bahwa dia menduga ada tekanan dari pihak-pihak yang merasa dirugikan dengan penegakan hukum di Indonesia. "Jangan sampai hukum Indonesia dianggap takut karena berhadapan dengan perusahaan transnasional seperti MKH Berhad asal Malaysia, dan lebih memilih untuk memberikan hukuman ringan kepada pelaku kejahatan," tambah Michel.
Michel mengatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum, dan sudah seharusnya negara lain menghargai dan mematuhi hukum yang berlaku di Indonesia.
Dalam sidang pemeriksaan, empat terdakwa telah mengakui membentuk tim penghalau orangutan dan monyet yang dianggap hama, namun dalam praktiknya, mereka menggunakan anjing dan senapan sementara setiap orangutan dan monyet yang berhasil ditangkap dibayar oleh perusahaan sebesar Rp 500 ribu sampai Rp 1 juta untuk satu orangutan.
Sebelumnya pada Jumat (13/4) lalu, COP juga telah melakukan aksi protes yang dilakukan sembilan orang aktivis untuk memprotes tuntutan jaksa yang terlalu ringan tersebut di depan kantor Kejaksaan Agung, Jakarta.