REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gempa berkekuatan 8,5 skala Richter yang mengguncang Aceh, Rabu (11/4) memang tak menimbulkan dampak kerusakan fisik yang besar. Namun, gempa tersebut cukup menyebabkan trauma psikis mendalam, terutama bagi kalangan anak-anak dan perempuan.
Apalagi, bayangan kelam gempa dan tsunami 2004 belum lepas dari benak sebagian besar warga Aceh. Sesaat setelah gempa terjadi, Aksi Cepat Tanggap (ACT) mengirimkan tim emergency ke Simeulue.
Di Simeulue, bekas trauma akibat tsunami 2004 masih menghantui masyarakat. Hal itu terlihat dari banyaknya jumlah pengungsi di hari terjadinya bencana yang mencapai 10 ribu jiwa.
"Meski mereka mulai kembali ke rumah masing-masing keesokan harinya tetapi sebagian besar aktivitas masyarakat belum berjalan sepenuhnya," ujar ketua tim ACT Dony Aryanto, Senin (16/4). Dony melaporkan, sampai beberapa hari pasca gempa, jumlah siswa dan guru yang masuk sekolah masih di bawah 20 persen. Di Meulaboh, Simeulue dan sebagian besar daerah lainnya terlihat masih banyak anak-anak yang takut keluar rumah.
Mereka cenderung ketakutan dan tidak ingin berpisah dengan orangtua. Para istri juga melarang suaminya pergi melaut. Padahal, mata pencaharian utama mereka adalah nelayan. Merespons dampak buruk dari trauma ini, Jumat (13/4), tim ACT di Simeulue berinisiatif melakukan pendekatan trauma healing kepada anak-anak. Tim mengajak anak-anak bermain dan membagikan makanan ringan.
Sasaran aksi awal adalah siswa di TK Bunda, anak-anak Desa Air Pinang-Simeuleu Timur dan Sekolah Dasar Negeri 04 Sigli, Kabupaten Pidie. Diperkirakan saat ini perlu dilakukan terapi trauma healing untuk sekitar 50 ribu anak Aceh.
Jumlah ini sangat mungkin bertambah sampai 100 ribu anak jika program tersebut bisa dilakukan sampai ke desa-desa terpencil di seluruh Aceh. Rencananya pada 17 April hingga Juni 2012 ACT akan mengirimkan relawan untuk melakukan terapi trauma healing memperkuat tim yang sudah ada.
Kegiatan tersebut dilakukan bersama relawan Masyarakat Relawan Indonesia (MRI) Sumatera. Basis kegiatan pemulihan psikis ini akan diadakan di masing-masing sekolah dan komunitas religius.