Senin 16 Apr 2012 21:17 WIB

Pengusaha dan DPR Silang Pendapat Pajak Alat Berat

Rep: Erik Purnama Putra/ Red: Chairul Akhmad
Alat berat (ilustrasi).
Foto: Indonetwork
Alat berat (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Dasar hukum pengenaan pajak terhadap alat besar dan alat berat, seperti traktor, buldoser, maupun truk pengangkut batu bara harus mempertimbangkan azas kemanfaatan.

Undang-Undang (UU) Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah haruslah memiliki kejelasan tujuan, manfaat, dan kepastian hukum.

Demikian dikatakan pengamat perpajakan, Darussalam, dalam diskusi bertema “Menata Sistem Perpajakan yang Berkeadilan” yang diselenggarakan Kelompok Kerja (Pokja) Wartawan Kementerian Dalam Negeri di Jakarta, Senin (16/4).

Menurut Darussalam, dasar hukum pengenaan pajak alat-alat besar dan berat dapat dikaji melalui Pasal 28 D ayat 1 UUD 1945. Konstitusi menyatakan, setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.

Di sisi lain, UU Nomor 10 tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan menyatakan pembuatan aturan harus mencakup kedayagunaan dan kehasilgunaan, kejelasan rumusan, serta azas keterbukaan.

“Sudah tepatkah atau belum pengenaan pajak atas alat-alat berat ini? Alat-alat berat itu kan digunakan di lahan-lahan pertambangan, bukan jalan umum,” kritik Darussalam. “Jadi tidak ada azas manfaat pajaknya kepada para pembayar pajak alat berat.”

Ketua Umum Assosiasi Jasa Pertambangan Indonesia (Aspindo), Tjahyono Imawan, mengatakan pada prinsipnya para pengusaha tidak berkeberatan membayar pajak atas alat-alat berat. Asalkan acuan penarikan pajak harus sesuai dengan konstitusi dan aturan perundang-undangan lainnya. “Pada prinsipnya, kami selaku kuli usaha jasa pertambangan tidak masalah ditarik pajak. Tapi bukan asal pajak yang dibuat-buat,” cetus Tjahyono.

Wakil Ketua Banggar DPR-RI, Nudirman Munir, menilai perlu dilakukan revisi terhadap UU Pajak serta penyesuaiannya atas UU Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Meski begitu, dia setuju kalau alat berat dikenakan pajak sebab keberadaannya merusak jalanan. “Tonasenya melebihi kapasitas dan banyak jalan rusak dibuatnya,” kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement