Senin 16 Apr 2012 10:00 WIB

Politik Uang Diduga Bakal Terus Terjadi

Rep: Erdy Nasrul/ Red: Dewi Mardiani
Politik Uang (ilustrasi)
Foto: Justice for Sale Alabama
Politik Uang (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Partai politik (Parpol) diduga bakal semakin jor-joran atau berlebihan dalam mengeluarkan uang demi meraih suara terbanyak. Bahkan, politik uang alias money politic bakal terus terjadi. Hal itu disebabkan oleh UU politik yang baru saja disahkan DPR tidak mengatur politik uang dengan tegas.

Politik uang ini tetap terjadi bila tidak ada desain baru mengenai aturan pemilu. "Dari awal kami selalu mengingatkan, buat dulu desainnya, dan harus ada kesepakatan bersama," kata Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini, di Jakarta, Senin (16/4).

Menurut Titi, kekhawatiran money politic berkembang jelas ada. Sebab, politikus melihat popularitas sebagai dasar meraih kemenangan. Padahal, popularitas berjalan dengan uang. Titi juga menduga adanya tarik menarik kepentingan di balik UU Pemilu yang baru. "UU Pemilu yang baru ibarat barang yang matang sudah disahkan, jelas terlihat tarik menarik kepentingan politik."

Ia pun menyebutkan beberapa kelemahan UU Pemilu yang baru, seperti penerapan parliamentary threshold (ambang batas perolehan suara) partai yang tidak lolos 3,5 persen, maka tak lolos di daerah. Kemudian, verifikasi partai peserta pemilu juga bermasalah. UU Pemilu yang baru memberi jaminan parpol untuk mengikuti ambang batas pemilu sebelumnya.

Ketiga, paparnya, penegakan hukum sengketa soal kandidat suara terbanyak, sementara solusi tak ditawarkan. Terakhir, aturan lama mengenai sumbangan pribadi maksimal Rp 500 juta, sedangkan kini Rp 1 miliar. "Di satu sisi tidak ada pembatasan belanja kampanye, juga tak ada laporan. Ini akan semakin rawan money politic kan?" jelasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement