REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Majelis Ulama Indonesia (MUI) meminta Rancangan Undang-Undang Jaminan Produk Halal (RUU JPH), yang dijadwalkan untuk disahkan DPR pada April mendatang, melibatkan ulama sepenuhnya dan tidak mengerdilkan peran ulama dalam proses sertifikasi halal segala jenis produk yang beredar di pasaran.
Hal ini diungkapkan oleh Wakil Sekretaris Jendral MUI Amirsyah Tambunan dalam konferensi pers Perkembangan RUU JPH pada Sabtu (14/4) pagi di kantor MUI, Jakarta Pusat. Ia meminta MUI tetap diberikan hak penuh terhadap seluruh proses sertifikasi halal di dalam RUU JPH, seperti yang telah mereka lakukan sejak 1989.
"Otoritas ulama mulai dari hulu (penetapan auditor) hingga hilir (penerbitan sertifikasi) tidak bisa diganggu gugat karena sertifikasi halal ini adalah fatwa tertulis sehingga menjadi kewenangan ulama," tegas Amirsyah.
Ia menjelaskan dalam draft terakhir RUU JPH versi pemerintah, fungsi MUI hanyalah dalam sidang Isbat untuk menetapkan fatwa halal. Sedangkan proses penetapan standar halal, penentuan auditor untuk mengkaji produk, dan penerbitan sertifikasi halal diserahkan sepenuhnya pada pemerintah.