Sabtu 14 Apr 2012 13:17 WIB

Pengamat: UU Pemilu Hanya Permainan Politik

Rep: Ahmad Reza Safitri/ Red: Heri Ruslan
Suasana rapat paripurna RUU Pemilu di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (11/4).
Foto: Republika/Edwin Dwi Putranto
Suasana rapat paripurna RUU Pemilu di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (11/4).

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Pengamat Politik dan Hukum Tata Negara dari Univeritas Parahyangan Bandung, Asep Warlan Yusuf, mengatakan, masyarakat masih menganggap apa yang terjadi pada Paripurna DPR RI soal UU Pemilu adalah demi kepentingan partai politik. Sebab, masyarakat masih menganggap hal tersebut adalah permainan politik.

"Pembahasan UU Pemilu dianggap permainan politik," ungkapnya dalam acara diskusi mingguan di Jakarta, Sabtu (13/4). Asep melanjutkan, persepsi tersebut tidak serta merta muncul begitu saja. Pasalnya, apa yang menjadi kesepakatan di Parlemen tidak sepenuhnya berdasar pada keinginan masayrakat.

Masyarakat, kata dia, sebenarnya mendambakan perilaku politik yang baik dan mengarah pada keinginan publik. Dalam hal tersebut menurut dia adalah penguatan proses kaderisasi partai politik yang selama ini dianggap tidak berjalan baik.

Selain itu, masyarakat juga tidak terlalu memikirkan sistem apa yang akan dipakai dalam memilih calon pemimpin. "Yang terpenting bagaimana parpol bisa berlaku adil, sehat, dan mengedepankan kepentingan masyarkat," ujarnya.

Namun, Asep mengistilahkan dengan istilah nasi sudah menjadi bubur, yakni terkait UU baru dalam pelaksanaan Pemilu. Karena itu, Asep mendesak partai politik untuk tidak meninggalkan apa yang menjadi keinginan masyarakat dalam melaksanakan aturan tersebut.

Menurut dia, sebaik dan sebagus apapun sistem yang dibuat, tapi ketika semangat yang dijalankan buruk, maka hasil yang akan dirasakan adalah seperti semangat yang ditanamkan. "Karena itu semua pihak terkait dalam pelaksanaan Pemilu jangan sampai merusak apa yang telah disepakati," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement