Sabtu 14 Apr 2012 05:36 WIB

Menkeu Dukung BBM Bersubsidi Dibatasi Mei

Menkeu Agus Martowardojo
Menkeu Agus Martowardojo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Keuangan Agus Martowardojo menyambut baik rencana Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk melakukan pembatasan konsumsi bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi mulai Mei mendatang.

"Kami melihat itu dari sisi upaya untuk menjaga agar subsidi (kuota volume) BBM tidak melampaui 40 juta kiloliter. Jadi kami sambut baik," ujarnya.

Menkeu mengatakan, pembatasan tersebut harus dilakukan apalagi pemerintah belum menaikkan harga BBM bersubsidi dan anggaran subsidi untuk BBM dalam APBN-P 2012 hanya ditetapkan Rp 137,5 triliun.

"Kami khawatir kalau seandainya terjadi selisih antara harga keekonomian dan harga subsidi begitu besar, volumenya akan mencapai lebih dari 40 juta kiloliter," katanya.

Pelaksana tugas Kepala Badan Kebijakan Fiskal Bambang Brodjonegoro menambahkan, pengendalian kuota BBM bersubsidi yang telah ditetapkan sebesar 40 juta kiloliter dan penyaluran secara tepat sasaran harus dilakukan.

"Yang terjadi sekarang kita tahu subsidi itu tidak tepat sasaran. Akibatnya volume melonjak. Kita tidak mau sudah subsidinya salah sasaran, jumlahnya juga memberatkan keuangan negara secara umum," katanya.

Menurut dia, selain melakukan pengendalian BBM bersubsidi, pemerintah seharusnya juga perlu mengupayakan konversi Bahan Bakar Gas (BBG) bagi kendaraaan umum. "Satu lagi yang penting adalah mengubah bahan bakar kendaraan umum dari BBM ke BBG, ini menjadi komplemen supaya upaya pengendalian menjadi efektif," ujar Bambang.

Bambang mengatakan apabila pembatasan jadi diberlakukan maka penggunaan BBM bersubsidi diperkirakan masih melampaui kuota volume 40 juta kiloliter.

Namun, dengan adanya pengendalian, kelebihan penggunaan tidak akan mencapai 47 juta kiloliter seperti yang diprediksi sebelumnya. "Artinya mungkin lewat, tapi tidak menjadi 47 juta seperti yang kita khawatirkan selama ini. Karena ancaman 47 juta ini riil, jadi kita harus berupaya agar ancaman itu tidak terbukti," ujarnya.

Ia menjelaskan kondisi fiskal dalam beberapa bulan mendatang masih dalam keadaan terkendali walaupun kebijakan terkait pengendalian BBM bersubsidi tidak jadi dilakukan.

Untuk itu, kebijakan penghematan anggaran wajib dilakukan dan penyerapan belanja modal harus berjalan optimal, sebagai antisipasi untuk menjaga keberlangsungan anggaran negara serta pelambatan ekonomi global akibat krisis di Eropa.

"Belanja modal itu harus kita pertahankan, karena kita sudah tahu pertumbuhan ekonomi dunia melemah, jadi kita harus counter dengan konsumsi dan investasi. Belanja modal perlu untuk menguatkan investasi," ujar Bambang.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement