REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA – Perkembangan Usaha Kecil Menengah (UKM) di wilayah Jawa Timur dinilai sangat pesat.
Namun, menurut Kepala UKM Center Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Hilda Fachrizah, saat ini UKM baik di Jawa Timur maupun wilayah lain di Indonesia masih memiliki keterbatasan pasar.
Sebabnya, kata Hilda, UKM masih berkutat pada satu pasar yaang mereka garap. Hal itu justru yang menyebabkan UKM hanya stagnan pada level yang mereka miliki saat itu.
Padahal, meskipun jumlah produksi mereka masih minim, mereka juga harus mengembangkan pasar baru untuk mempertahankan diri seandainya pasar mereka hilang. "Potensi pasar baru harus terus dikembangkan, untuk membuat UKM berkembang maju," kata Hilda usai memberi penyuluhan di Surabaya, Jumat (13/4).
Menurut Hilda, UKM memiliki potensi untuk tetap stabil menghadapi ketidakstabilan kondisi politik maupun ekonomi. Oleh sebab itu, keberadaan UKM harusnya mampu menjadi penyegar inovasi berbagai produk penopang ekonomi masyarakat. "Tantangan terbesar UKM sebenarnya bukan masalah modal, dan persaingan diantara mereka sendiri, namun leboh pada persaingan global yang mereka hadapi," ujarnya.
Banyaknya produk import, terkadang menjadikan UKM tidak mampu untuk mengembangkan pasar mereka ke ranah yang lebih luas. Pasalnya, banjir produk import telah memenuhi pasar dengan tawaran harga yang lebih murah dan massal.
Namun, Hilda optimis melihat UKM di Surabaya karena peran pemerintah sangat kuat untuk menjadikan UKM Surabaya mampu bersaing dengan produk import. Dari data BPS, jumlah UKM di Surabaya sebanyak 362.448 dari keseluruhan 4.211.541 di Jatim.
Direktur Bidang Pengembangan Usaha (BKPM), Erma Dewi, kepada wartawan mengungkapkan, pihaknya optimis keberadaan UKM mampu bersaing dengan produk import. Namun, pihaknya juga berpendapat, bahwa pemerintah harus memberikan kebijakan yang tepat untuk mengatur keberadaan barang import. Tanpa campur tangan pemerintah, UKM tidak akan berkembang di wilayahnya sendiri.