REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Lambannya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam memastikan nasib menteri-menteri PKS dinilai karena ada ketakukan kalau PKS akan mendapatkan simpati publik. Peneliti Lembaga Survei Indonesia, Burhanudin Muhtadi, menjelaskan alasan tersebut membuat SBY tidak segera mengambil sikap untuk mengusir PKS dari kursi menteri.
"Persoalannya serius. Dia (presiden) tahu kalau PKS ditendang malah akan membesarkan PKS," ujar Burhanudin, saat menjadi pembicara dalam bedah buku bertajuk 'Dilema PKS, Syariah atau Suara' di kampus 2 Universitas Islam Negeri, Jakarta, Selasa (10/4). Burhanudin menjelaskan simpati warga bahwa PKS merupakan partai terzalimi akibat menolak kenaikan harga bbm akan menguntungkan PKS dalam kompetisi pemilu 2014 mendatang.
Kegundahan SBY, ujarnya, semakin menjadi karena di dalam barisan koalisi cuma Partai Golkar yang merupakan partai besar. "Golkar pun bukan good boy. Banyak pembangkangan yang dilakukan," tegasnya. Oleh karena itu, tutur Burhanudin, pemerintah akan mengalami ketergantungan dengan Partai Golkar dalam meraih dukungan suara di parlemen. Kesempatan tersebut, ujarnya, akan digunakan Partai Golkar untuk bermain mata dengan oposisi seperti PDIP.
Terkait dengan sikap PKS yang selalu kritis dalam koalisi, Burhanudin menjelaskan akan tetap didukung oleh para konstituennya. Menurutnya, konstituen PKS merupakan massa tingkat menengah yang terdidik. Sehingga, mereka memiliki ekspektasi yang tinggi terkait dengan kritik PKS kepada pemerintah. "Kalau manut-manut saja di koalisi malah makin banyak yang lari," tegasnya.