Senin 09 Apr 2012 19:36 WIB

PKNU Tuding RUU Pemilu Diskriminatif dan Manipulatif

  Partai peserta pemilu 2009 (ilustrasi).
Foto: deucemielosay.blogspot.com
Partai peserta pemilu 2009 (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Partai Kebangkitan Nasional Ulama (PKNU) menilai perubahan Undang-undang Pemilu Nomor 10 tahun 2008 diskriminatif dan manipulatif sehingga memicu penolakan sejumlah partai nonparlemen.

"Perubahan UU Pemilu diskriminatif dan manipulatif," kata Ketua Umum DPP PKNU Choirul Anam di Jakarta, Senin. Sebelumnya massa dari sejumlah partai nonparlemen, termasuk PKNU, berunjuk rasa di depan gedung DPR menolak RUU Pemilu yang merupakan perubahan UU Pemilu No.10 tahun 2008 yang sedang dibahas di DPR.

Choirul Anam menjelaskan, aturan diskriminatif antara lain menyangkut peserta pemilu. UU No. 10/2008 menetapkan semua peserta Pemilu 2009 menjadi peserta pemilu berikutnya, yaitu Pemilu 2014. "Akan tetapi dalam perubahan, hanya partai yang memiliki kursi di DPR yang nanti otomatis menjadi peserta Pemilu 2014," katanya.

Sedangkan partai nonparlemen harus menjalani verifikasi faktual oleh KPU terlebih dahulu dengan syarat yang sangat berat untuk bisa menjadi peserta pemilu.

Sementara nuansa manipulatif, menurut Choirul Anam, terlihat dari dipaksakannya penerapan kenaikan ambang batas parlemen (parliamentary threshold - PT) dari sebelumnya 2,5 persen menjadi antara 3,5 hingga 4 persen dan berlaku secara nasional.

Artinya, kata Choirul Anam, jika parpol tidak mencapai angka PT, maka tidak akan bisa menempatkan wakilnya di DPR dan DPRD di tingkat provinsi dan kabupaten/kota.

"Dengan konsep perubahan seperti ini, jelas akan terjadi manipulasi suara rakyat. Karena pilihan rakyat tidak terwakili dalam DPR, DPRD provinsi dan kota/kabupaten," katanya.

Selain diskriminatif dan manipulatif, kata Anam, perubahan UU Pemilu juga paradoks dengan politik kebangsaan.

Sekjen DPP PKNU Tohadi menambahkan, perubahan UU Pemilu dikhawatirkan akan memicu konflik horizontal dan mengikis habis kemajemukan.

Dengan penerapan kenaikan PT yang berlaku nasional, lanjutnya, akan banyak entitas dan komunitas lokal yang tidak terwadahi dan tidak terwakili dalam parlemen baik di tingkat pusat maupun daerah.

"Aliran pikiran politik yang sebelumnya terwakili dalam keragaman parpol juga akan hilang karena parpol-parpol dijegal supaya tidak bisa mengirimkan wakil-wakilnya di parlemen," katanya.

Menurut Tohadi, pemimpin partai nonparlemen telah bertemu pimpinan DPR, yaitu Pramono Anung, Anis Matta dan Ketua Pansus RUU Pemilu Arif Wibowo. "Dari pertemuan tersebut, kami besok diundang dalam rapat pansus dengan pemerintah untuk menyampaikan pendapat partai-parti nonparlemen," katanya.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement