REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Sekretariat Gabungan (Setgab) yang terdiri atas sejumlah partai koalisi pemerintah harus segera dibenahi demi keterwujudan suatu bingkai koalisi yang solid. Pembenahan itu dapat dilakukan dengan cara mengevaluasi kontrak kesepahaman koalisi yang disepakati seluruh partai anggota Setgab.
Pengamat Politik UGM, Ari Dwipayana, menuturkan, dalam kontrak kesepahaman yang ditandatangani enam partai koalisi pada 23 Mei 2011, belum termuat di dalamnya suatu code of conduct yang jelas. Menurut Ari, dalam kontrak tersebut, belum ada kejelasan suatu kebijakan dapat dikategorikan penting atau tidak.
"Tidak ada pengkategorian suatu kebijakan dikatakan strategis dan vital atau tidak," ujar Ari dalam diskusi di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat.
Oleh sebab itu, wajar apabila partai koalisi berbeda pendapat dalam menentukan keputusan di parlemen terkait pembahasan isu tertentu. PKS berbeda pendapat dengan Partai Demokrat terkait keputusannya yang menolak kenaikan harga BBM.
Padahal, ujar Ari, menurut Partai Demokrat, kenaikan harga BBM merupakan suatu keniscayaan dan suatu kebijakan yang vital dan strategis. Akan tetapi, tutur dia, PKS tidak melihat itu sebagai suatu kebijakan yang penting.
Menurut Ari, sikap PKS yang menolak kenaikan harga BBM semata-mata adalah untuk mengurangi tekanan dari masyarakat yang akan ditanggung Partai Demokrat yang secara tegas mengusulkan kenaikan harga BBM. Jadi, menurut Ari, PKS bersikap demikian lantaran keabu-abuan dari code of conduct yang telah disepakati.
"Ditambah lagi dengan tidak adanya kejelasan mengenai punishment yang diberikan terhadap partai koalisi yang berbeda pandang dengan pemerintah dalam isu yang strategis," ujar Ari kepada wartawan.