REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Penanganan hukum untuk kasus trafficking atau perdagangan manusia menghadapi kendala. Hal ini diakui oleh Kanit Pelayanan Perempuan dan Anak Ditreskrim Polda Jabar, Komisaris Polisi Fatmah Noer. Menurutnya, untuk memproses semua kasus trafficking diperlukan mobilitas tinggi dan dukungan personel. Karena, kata dia, kasus trafficking ini antar provinsi dan antar negara.
Dari 30 kasus yang masuk ditanganinya, kata Fatmah, yang sudah masuk ke pengadilan ada 15 kasus. "Kendala lain yang kami temukan, korban tak memberikan informasi tentang jaringan trafficking jadi tak bisa ditindak lanjuti," papar Fatmah dalam acara di Pakuan, Bandung, Rabu (4/4).
Korban trafficking ini, menurut Ketua Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A), Netty Heryawan, pada umumnya di bawa ke dalam dan luar negeri. Bahkan, Bali menjadi tempat tujuan baru korban trafficking asal Jabar. "Polanya memang tak bisa ditebak," kata Netty. Hanya, untuk memproses kasus ini, sering menghadapi kendala, yaitu sulitnya mendapatkan korban, saksi, dan TKP.
Berdasarkan data yang ada di P2TP2A, kata dia, pada 2010 kasus trafficking yang ditangani sebanyak 90. Sementara KDRT sebanyak 19 kasus dan lain-lain 12 kasus sehingga total seluruh 121.
Pada 2011, jumlah kasus trafficking sebanyak 61 kasus, KDRT 27 kasus dan lain-lain 16 kasus jadi total kasus yang ditangani sebanyak 104 kasus. Tahun ini, kata Netty, sampai April P2TP2A menerima kasus trafficking 17 kasus, KDRT 18 kasus dan lain-lain 8 kasus total yang ditangani P2TP2A 43 kasus.