Rabu 04 Apr 2012 18:28 WIB

Inilah Penyebab Sebagian Kepala Daerah Terjebak Korupsi

Rep: Ahmad Reza Safitri/ Red: Heri Ruslan
Spanduk antikorupsi
Foto: Republika /Tahta Aidilla
Spanduk antikorupsi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menganggap tingginya tekanan politik yang ada menjadi penyebab maraknya kasus korupsi oleh pejabat negara, terutama kepala daerah.

Menurut Juru Bicara Kemendagri, Reydonnyza Moenek, tingginya tekanan itu membuat semakin terbukanya ruang transaksional dari kepala darah yang mengarah pada tindakan korupsi.

Moenek mencontohkan hubungan yang sering disalahi antara kepala daerah dengan para politisi, seperti anggora parlemen daerah atau petinggi partai politik. Hal tersebut, menurut dia, terawali oleh politik transaksional yang dilakukan calon kepala daerah sebelum menjabat. "Ruang-ruang itu yang membuka celah korupsi," kata dia, Rabu (4/4).

Di tengah kencangnya tekanan tersebut, lanjutnya, namun tidak diimbangi oleh kemampuan dan kapasitas kepala daerah. Karena itu, tidak dapat dipungkiri peluang terbukanya ruang korupsi semakin lebar.

Padahal, ujarnya, peraturan yang ada dalam pengelolaan keuangan daerah sudah sangat rigit. Namun, ketidakpahaman dalam hal pengimplementasiannyalah yang membuat pejabat negara terjebak dalam lingkaran korupsi. Menurut dia, pihaknya telah melakukan sosialisasi dalam membangun transparansi, akuntabilitas, tata kelola keuangan dan pemerintah yang mengarah pada pemerintahan yang bersih.

Dalam hal tersebut, yakni dengan menerapkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Pada peraturan tersebut, kata Moenek, bahwa regulasi sejatinya sudah sangat rigit dalam hal pengimplemntasian prosedur pengeluaran anggaran daerah. "Ditambah lagi dengan peraturan-peraturan lainnya," kata dia.

Karena itu, pihaknya mengaku tengah menyusun sebuah kebijakan yang dapat meminimalisir ruang transaksi yang mengarah pada tindakan korupsi. Yakni mencoba menyederhanakan sistem pemilihan kepala daerah. Pada upaya tersebut, kata Moenek, tidak terlepas dari sistem, proses pemilihan, dan kampanye yang akan tertuang dalam revisi Undang-Undang (UU) Pemilukada. "Semua itu semata-mata agar para calon kepala daerah tidak terbebani masalah anggaran," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement