Senin 02 Apr 2012 10:33 WIB

BBM tak Naik, Jadi Kesengsaraan Baru Bagi Rakyat

Rep: Erdy Nasrul/ Red: Dewi Mardiani
Mahasiswa dan buruh dari berbagai aliansi menggelar aksi demonstrasi menolak kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) di depan Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (30/3).
Foto: Republika/Edwin Dwi Putranto
Mahasiswa dan buruh dari berbagai aliansi menggelar aksi demonstrasi menolak kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) di depan Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (30/3).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Keputusan kenaikan harga BBM diserahkan pada pemerintah. Hasil Rapat Paripurna DPR itu justru menyengsarakan rakyat. Anggota DPR Fraksi Partai Golkar, Bambang Soesatyo, menyatakan keputusan tersebut justru mengeskalasi persoalan.  Padahal, partainya sendiri juga ikut menyepakatinya.

Menurutnya, rakyat kembali terperangkap dalam ketidakpastian, sementara kerusakan harga di pasar kebutuhan pokok semakin sulit diperbaiki dengan naiknya harga kebutuhan pokok. Hal ini terjadi, karena kenaikan harga BBM didasarkan pada asumsi harga minyak mentah Indonesia (Indonesia crude oil price/ ICP) selama kurun waktu enam bulan ke depan

"Kenyataan ini menyengsarakan begitu banyak orang. Tidak ada yang peduli, termasuk pemerintah sendiri," ucapnya di Jakarta, Senin (2/4). Ia mengatakan, harga kebutuhan pokok jelas tidak akan turun mengikuti keputusan sidang paripurna DPR. Keputusan yang memberi wewenang kepada pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi itu justru akan menjadi modal bagi para spekulan.

Dia berpendapat, yang dibutuhkan sekarang adalah kepastian batal naik atau jadi naik. Agar kerusakan harga-harga khususnya kebutuhan pokok rakyat terkoreksi menjadi pasti. "Pengusaha juga dapat segera menghitung kembali biaya produksi dan dapat memprediksi pasar," jelasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement