REPUBLIKA.CO.ID, MAKASSAR -- Direktur Eksekutif Komite Pemantau Legeslatif Indonesia, Syamsuddin Alimsyah, mengatakan, tak ada jaminan kompensasi BBM dapat disalurkan tepat sasaran.
"Memang idealnya subsidi bahan bakar minyak (BBM) dalam bentuk kompensasi diberikan pada masyarakat miskin, namun tak ada jaminan itu bisa tepat sasaran," katanya di Makassar, Minggu.
Dia menambahkan, semenjak ada kebijakan pengalokasian dana kompensasi BBM diberlakukan Pemerintah, tidak pernah tepat sasaran 100 persen.
Hal tersebut, menurutnya, karena sistem pendataan di lapangan tidak pernah beres atau akurat.
"Baik karena tidak adanya kesamaan konsep tentang masyarakat miskin, juga karana adanya "permainan" dari pihak-pihak tertentu," ungkapnya.
Mengenai keputusan Sidang Paripurna DPR RI, dia mengatakan, itu hanya 'dagelan saja.
Alasannya, kalau memang peduli terhadap rakyat, DPR RI memiliki hak dan kewenangan untuk mengoreksi anggaran.
"Bukan hanya mengoreksi tentang BBM, tetapi lebih pada pos kementerian yang selama ini berpotensi boros, termasuk dalam institusi legeslatif yang jumlahnya bisa sama dengan nilai kompensasi BBM," katanya.
Dia mengatakan, kondisi serupa sebenarnya juga berlaku di daerah.
Apabila pihak DPRD peduli pada rakyat miskin, menurutnya, dalam pembahasan anggaran harus benar-benar memastikan 'budget'-nya berbasis pada kebutuhan masyarakat.
Namun faktanya, lanjutnya postur APBD yang ada tidak sehat, karena hingga 80 persen anggaran itu habis untuk pemenuhan kebutuhan pejabat.
Sebagai gambaran, demikian Syamsuddin, dalam APBD Sulawesi Selatan (Sulsel) saja rata-rata dikeluarkan anggaran perjalanan sebesar Rp2,3 milair sebulan.
"Seandainya itu dikembalikan ke masyarakat dan yang menikmati itu adalah masyarakat miskin, tentu mereka yang di bawah garis kemiskinan tertolong atau terbantu," kata Syamsuddin Alimsyah.