REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PPP menyerang siapapun yang mempermasalahkan paripurna pengesahan APBN-P kemarin. Menurut PPP, paripurna yang alot karena pengambilan keputusan boleh tidaknya harga BBM naik itu sudah sesuai dengan kaidah hukum yang ada.
Sekjen PPP, M Romahurmuziy, Ahad (1/4) menyatakan ada pihak yang mempermasalahkan boleh tidaknya harga BBM dinaikkan pemerintah. Mereka, jelas Romi, harus memahami dulu pasal yang dibatalkan MK pada 2004 lalu, yaitu pasal 28 ayat 2 UU Migas semula: "Harga BBM dan harga Gas Bumi diserahkan pada mekanisme persaingan usaha yang sehat dan wajar." Dengan dibatalkannya pasal ini, maka harga BBM dan Gas ditentukan oleh pemerintah.
Penambahan pasal 7 ayat 6a yang memberikan kewenangan pemerintah menaikkan harga BBM atas dasar kondisi ICP tertentu secara materil dianggap bertentangan dengan dibatalkannya pasal tersebut. Kewenangan pemerintah untuk menentukan harga BBM bersifat atributif. Artinya, merupakan hak asli yang diturunkan dari pasal 33 UUD 1945.
Namun hak asli ini didelegatifkan, kata dia, yaitu diberikan kewenangan berdasarkan UU APBN-P pasal 7 ayat 6a, hanya jika kondisinya tertentu. "Ini adalah maksud dari pembentuk UU, yaitu DPR, agar pemerintah tidak sewenang-wenang menggunakan haknya," jelas Romi.
Waktu satu bulan yg ditetapkan dalam pasal 161 ayat (4) itu, jelasnya, bukan dihitung dari pemerintah menyerahkan pada 29 Februari 2012. Karena jika itu yang dimaksudkan UU MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3), maka tidak ada penggunaan tanda koma setelah kata masa sidang. Dengan demikian, yang dimaksud satu bulan adalah waktu pembahasan dan penetapan RUU Perubahan APBN.
Pembahasan RUU APBN-P 2012 dimulai pada 6 Maret 2012. Dengan demikian, 31 Maret 2012 masih dalam rentang waktu yg dibolehkan UU. Dengan demikian, UU APBN-P 2012 yg ditetapkan DPR pada paripurna 31 Mar 2012 sah secara formil maupun materil.