REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA - DPP Partai Gerindra meminta pemerintah tidak terlalu berambisi untuk menaikkan harga bahan bahar minyak, tetapi juga mencari alternatif pengganti BBM.
"Pemerintah segera mencari langkah lain guna menyikapi masalah karut marutnya kenaikan harga BBM," kata Ketua Umum DPP Gerindra Suhardi saat menghadiri peringatan HUT ke-4 Gerindra di Kampus C Unair Surabaya, Minggu.
Menurut dia, kenaikan harga BBM saat ini dan mungkin kapan saja sudah jelas-jelas ditolak sebagian besar masyarakat Indonesia. Terbukti ada penolakan beberapa hari terakhir dari berbagai elemen masyarakat, mulai dari partai politik, mahasiswa, buruh dan lainnya semuanya menolak kenaikan BBM tersebut.
Dengan penolakan itu, lanjut dia, seharusnya pemerintah mengembangkan potensi hasil bumi lain di negeri ini yang bisa dijadikan BBM pengganti premium, solar, atau pertamax yang saat dini digunakan pemakai kendaraan pribadi maupun kendaraan umum.
Menurutnya, potensi hasil bumi pengganti BBM selain premium, solar dan pertamax di Indonesia banyak jenisnya sebab ada banyak hasil bumi yang dipakai untuk BBM, di antaranya kelapa sawit, buah kemiri, pohon jarak, ketele pohon dan sebagaianya.
"Selama ini hasil bumi yang sudah dijadikan BBM baru sekitar 1,8 persen, sedangkan potensinya juga tidak kalah dengan potensi BBM dari pengeboran minyak di dalam perut bumi," katanya.
Bila potensi hasil bumi digali semaksimal mungkin dan dilakukan secara sungguh-sungguh potensinya bakal mengalahkan BBM yang diambil dari perut bumi. Apalagi, lanjut dia, banyak ahli yang memperkirakan bahan baku BBM dari perut bumi bakal habis lebih cepat karena penggunaannya yang luar biasa.
Bahkan, katanya, kalau Indonesia sudah bisa menghasilkan BBM dari bahan baku dari tumbuhan, BBM dengan bahan baku dari minyak mentah berasal dari perut bumi bisa kalah jumlahnya.
Dia menggambarkan kalau semua gunung ditanami pohon kemiri, pohon jarak atau semua pohon yang bisa disulap jadi BBM pengganti premium. "Saya yakin BBM dari minyak mentah perut bumi akan tak terpakai," ujarnya.
Saat itu, lanjut dia, Indonesia tidak lagi menjadi pengimpor minyak jadi, tapi justru menjadi pengekspor minyak dari tumbuhan tadi. Ini yang belum dilakukan pemerintah dan seharusnya mulai digalakkan mulai sekarang," katanya.