Sabtu 31 Mar 2012 14:46 WIB

Pakar: Politik Indonesia Jalan Mundur

Rep: Asep Wijaya/ Red: Karta Raharja Ucu
Ketua DPR, Marzuki Alie (kedua kiri), bersama Wakil Ketua DPR (dari kiri-kanan) Priyo Budi Santoso, Pramono Anung, serta Taufik Kurniawan memimpin rapat paripurna membahas kebijakan kenaikan harga BBM di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Sabtu (31/3) din
Foto: Antara/Yudhi Mahatma
Ketua DPR, Marzuki Alie (kedua kiri), bersama Wakil Ketua DPR (dari kiri-kanan) Priyo Budi Santoso, Pramono Anung, serta Taufik Kurniawan memimpin rapat paripurna membahas kebijakan kenaikan harga BBM di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Sabtu (31/3) din

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Psikologi Sosial Politik, Prof. Hamdi Muluk berpendapat, praktik politik Indonesia saat ini mengalami kemunduran.

Berbicara dalam sebuah diskusi di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (31/3), Hamdi menyatakan politik di Indonesia sudah tidak berangkat dari akal sehat dan berlandaskan hati nurani yang kuat. Semua elemen yang terlibat dalam praktik politik di nusantara menurutnya telah mengarah kepada penyelamatan posisi politis.

Dijelaskannya, hampir setiap aktivitas politik di Indonesia mengutamakan posisi politik terlebih dulu untuk kemudian memikirkan kesejahteraan masyarakat. Padahal, para politisi menurut Hamdi seharusnya melakukan hal sebaliknya.

"Mereka harus memikirkan kesejahteraan masyarakat terlebih dulu," kata Hamdi.

Hamdi mencontohkan, sikap para politisi dalam Sidang Paripurna DPR RI, Jumat (30/3) malam. Hamdi mengatakan, perdebatan yang terjadi semalam sama sekali tidak ada yang benar-benar mendukung rakyat. Yang mereka perdebatkan, ujar Hamdi, adalah penyelamatan posisi mereka masing-masing.

Dan yang lebih mengecewakan, masih kata Hamdi, adalah hasil dari sidang tersebut yang berujung antiklimaks. Padahal, ongkos yang harus dibayar untuk mencapai hasil tersebut sangat mahal. "Ongkos yang dimaksud adalah ongkos sosial, budaya dan ekonomi," ucap Hamdi.

Salah satu contoh ongkos yang mahal itu, ujar Hamdi, adalah bentrokan yang terjadi antara polisi dan pengunjuk rasa. Bentrokan tersebut terpaksa terjadi di tengah proses pencapaian hasil sidang paripurna DPR RI.

Padahal, tutur Hamdi, kedua elemen tersebut (polisi dan masyarakat) adalah rakyat Indonesia yang juga barangkali merasa keberatan dengan kenaikan harga BBM. Namun, menurut Hamdi polisi dan pengunjuk rasa terlibat bentrokan lantaran para politisi tidak serius dalam menyejahterakan rakyatnya dan telah kehilangan pikiran yang jernih. "Semuanya atas nama pencitraan," sindir Hamdi.

Lebih lanjut, Hamdi menjelaskan, sikap para politisi yang tak jernih itu yang kemudian berdampak pada sebuah bentrokan yang merupakan pembelajaran demokratis buruk. Melalui pembelajaran tersebut, tutur Hamdi, banyak orang yang mengalami trauma akan bentrokan.

Ke depannya, Hamdi berharap para politisi dapat menggunakan akal sehatnya dalam bersikap secara politis sehingga tidak ada lagi pengorbanan rakyat. Proses yang bermartabat, harus dikedepankan demi politik Indonesia yang maju dan berkembang.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement