REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) dianggap sebagian kalangan hanya menyemai pola konsumtif kepada masyarakat. Hal itu disampaikan salah seorang Budayawan, Benny Soesetyo, yang juga mengatakan jenis bantuan seperti itu sangat tidak mendidik.
Dalam sebuah diskusi di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (31/3), Benny menyatakan, BLSM seharusnya bukan menjadi alternatif kompensasi atas kenaikan BBM. Bentuk kompensasi lain, ujar Benny, dapat diwujudkan dalam hal perbaikan sarana dan prasarana masyarakat yang kurang baik. "Seperti misalnya perbaikan jalan dan rumah sakit," tutur Benny kepada wartawan.
Benny menduga, pemberian kompensasi dalam bentuk BLSM merupakan upaya pemerintah untuk melakukan pencitraan kepada masyarakat. Dia melihat ada suatu agenda politik jangka pendek di balik penyaluran BLSM tersebut.
Bila benar itu yang terjadi, ujar Benny, pemerintah telah menggunakan cara pikir yang manipulatif dan menafikan kejujuran intelektual yang tercermin dalam kebijakan penyaluran BLSM. Hal itu, menurut Benny, hanya akan merusak keadaban yang melekat di tengah masyarakat.
Menanggapi hal tersebut, Asisten Staf Khusus Wakil Presiden, Denni Puspa Purbasari, menjelaskan, BLSM diberlakukan untuk menangani permasalahan kekinian yang dihadapi masyarakat atas kenaikan harga BBM. BLSM, ujar Denni, sifatnya sementara dan untuk jangka waktu yang pendek.
Terkait perbaikan sarana dan prasarana publik, Denni menjamin, pemerintah juga akan melakukan hal itu. Namun, langkah tersebut akan menjadi rencana jangka panjang pemerintah.
"Bila permasalahan kekinian dengan penyaluran BLSM telah tertangani dengan baik, maka selanjutnya pemerintah tentu akan mengeksekusi program jangka panjang yang salah satunya adalah perbaikan sarana masyarakat," ungkap Denni dalam paparannya di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat.