REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Ketua DPP PKS, Nasir Djamil mengatakan, pengambilan keputusan kenaikan harga BBM harus dilakukan secara terbuka. Pasalnya, ini merupakan pengambilan keputusan terkait kebijakan, bukan nama seseorang.
"PKS minta dilakukan terbuka. Karena memang peraturannya seperti itu," kata dia di Gedung DPR, Jakarta, Jumat (30/3).
Hanya saja, lanjut Nasir, harus diwaspadai adanya upaya untuk melakukan voting tertutup. Antara lain dengan menggunakan sistem voting untuk menentukan voting. Jadi, rapat menggunakan dua kali voting. Pertama untuk menentukan mekanisme voting yang akan digunakan. Kedua, untuk mengambil keputusan naik atau tidak harga BBM.
"Ini harus diwaspadai. Karena sistem ini sudah pernah digunakan sebelumnya," papar Wakil Ketua Komisi III DPR tersebut.
Saat ini, jumlah kursi di DPR ada 560. Dari jumlah itu, Partai Demokrat memiliki suara mayoritas sebanyak 147 kursi. Diikuti Golkar 107 kursi, PDI Perjuangan 95 kursi, PKS 57 kursi, PAN 43 kursi, PPP 37 kursi, PKB 27 kursi, Gerindra 26 kursi, dan Hanura 18 kursi.
Dengan pertimbangan fraksi memberikan suara secara bulat dan seluruh anggota hadir, maka komposisi tiga fraksi yang menolak kenaikan BBM akan sebesar 148 kursi. Jika PKS memberikan suaranya secara penuh maka angka itu akan menjadi 255 kursi.
Di sisi lain, Demokrat dipastikan akan didukung PAN dan PKB. Sehingga, yang menerima kenaikan BBM akan berjumlah 217 kursi. Jika ternyata PPP memberikan suaranya maka akan menjadi 254.
Dari sini bisa terlihat kalau Golkar menjadi penentu kepastian naik atau tidaknya harga BBM dengan besaran 107 suara. Golkar pun belum mengeluarkan kepastian sikap dan mengatakan akan memberikan keputusan pada detik-detik terakhir pengambilan keputusan setelah melihat perkembangan di rapat paripurna.