Kamis 29 Mar 2012 23:35 WIB

Busyro: Proses Politik Alami Demoralisasi

Busyro Muqoddas.
Foto: Republika / Tahta Aidilla
Busyro Muqoddas.

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Proses politik saat ini mengalami demoralitas, sehingga salah kaprah dan rusak parah, kata Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Busyro Muqoddas.

"Kondisi itu melahirkan penegak hukum yang menjualbelikan perkara, anggota dewan yang melakukan jual beli pasal, dan anggota dewan yang merekrut pimpinan diwarnai rumor suap," katanya di Yogyakarta, Kamis.

Dalam konteks itu, menurut dia pada diskusi publik "Menata Ulang Indonesia", tidak bisa menata ulang Indonesia tanpa melihat partai politik (parpol) ke depan seperti apa.

"Parpol memang jangan dibubarkan, tetapi parpol bermasalah harus diproses, parpol tidak sehat harus dikontrol publik. Kita tidak bisa menata Indonesia ketika proses kaderisasi lahir dengan proses politik yang korup," katanya.

Ia mengatakan ketika kemunafikan sampai pada tataran politik, maka dampaknya akan luar biasa. Ketika mereka memegang kekuasaan, yang terjadi adalah korupsi yang dilakukan pejabat dengan posisi strategis dan menjalankan sistem politik korup.

"Situasi itu kemudian menimbulkan persoalan lebih rumit, misalnya mereka mempunyai penguatan agenda untuk mempertahankan kekuatan pada posisi politik," katanya.

Menurut dia, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pernah melakukan kajian tentang korupsi "by design" dan menemukan sejumlah desain izin pertambangan di Indonesia.

"Ada kabupaten tertentu yang semakin sering mengeluarkan izin pertambangan, kemudian semakin meningkat menjelang pemilihan kepala daerah (pilkada). Artinya, potensi tambang juga menjadi sasaran korupsi," katanya.

Dalam kajian tentang minyak dan gas bumi (migas), menurut dia, KPK mendapatkan temuan pengelolaan migas di lapangan. Setiap hari sekian ribu pompa minyak menyedot minyak, tetapi yang dilaporkan hanya sebagian karena pencatatannya manual.

Ia mengatakan dengan situasi politik seperti itu diharapkan pemberantasan korupsi bisa tetap dijalankan dengan baik dan tidak ditekan banyak pihak, termasuk keinginan pihak tertentu untuk merevisi UU KPK.

"Revisi itu justru menjadi momentum konglomerat menggelontorkan uang. Jika DPR merevisi UU KPK, maka KPK akan melawan dengan cara beradab," katanya.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement