REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA – Aliansi Buruh Yogyakarta (ABY) meminta Gubernur DIY Sultan Hamengku Buwono X untuk mempertimbangkan revisi upah minimum provinsi (UMP) DIY.
Hal itu dilakukan sehubungan dengan rencana kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) yang direncakan per 1 April mendatang. Tuntutan tersebut disampaikan oleh ratusan buruh dan mahasiswa dalam aksi menolak kenaikan BBM di Yogyakarta, Kamis (29/3).
Menurut Sekjen ABY, Kirnadi, setidaknya revisi UMP bisa sama dengan tuntutan ABY pada akhir 2011 yakni minimal Rp 1.158.000, setelah ABY melakukan survei atas komponen kebutuhan di beberapa pasar di DIY. Sedangkan UMP saat ini hanya Rp 892.660,
Jika gubernur tidak merevisi itu, berarti mementahkan perjuangan buruh pada akhir Desember lalu. Akibat kenaikan BBM, inflasi diasumsikan menjadi 6-7 persen.
Tetapi kenyataannya inflasi lebih dari itu, karena kenaikan BBM berdampak pada kenaikan biaya lain, seperti tarif dasar listrik, pangan, transportasi, dan sebagainya.
"Kenaikan BBM sebesar 28,75 persen saja di tahun 2008 mengakibatkan kenaikan inflasi sampai 11 persen. Apabila tahun ini kenaikan BBM mencapai 33,33 persen (Rp 1500), berarti potensi inflasi lebih dari 11 persen. Dan ini secara langsung berarti menggerus daya beli masyatakat termasuuk buruh," papar Kirnadi.
Sehubungan dengan hal tersebut, pihaknya akan melayangkan surat kepada Gubernur DIY untuk merevisi UMP setelah pemerintah pusat resmi mengumumkan kenaikan harga BBM.
Selain itu, lanjut Kirnadi, ABY juga menolak kompensasi kenaikan BBM melalui bantuan langsung sementara masyarakat (BLSM). Karena BLSM tidak menyelesaikan akar masalah. "Harusnya yang dilakukan adalah dengan mengoptimalkan sumber energi seperti batubara dan gas untuk pembangunan, serta menghemat beberapa pos seperti dana alokasi khusus (DAK), belanja pemerintah, dan lainnya," tegasnya.