REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA - Meski aksi unjuk rasa penolakan kenaikan harga BBM yang dilakukan masyarakat Surabaya masih terbilang kondusif, namun tampaknya mereka tak main-main untuk melakukan penolakan tersebut. Terbukti, ratusan massa Arek Suroboyo Menggugat (ASM) bakal pergi ke Jakarta untuk menyampaikan aspirasi mereka.
Kusnan, Kordinator ASM mengatakan, ada sekitar 175 orang yang akan berangkat. Jumlah itu merupakan perwakilan dari 25 elemen yang tergabung dalam ASM. "Setiap elemen mengirimkan perwakilan sebanyak 7 orang," jelasnya.
Lebih lanjut Kusnan mengatakan, ratusan massa itu akan berangkat mulai Rabu malam (28/3) dan Kamis pagi (29/3) dengan menumpangi kereta. Kusnan pun mengaku biaya akomodasi ke Jakarta berasal dari pribadi dan urunan (patungan) dari berbagai elemen yang ada.
"Kami pergi atas inisiatif sendiri. Kamu pun tidak ingin bergabung dengan suatu partai yang katanya akan pergi ke Jakarta juga namun dibiayai Gubernur," ungkapnya.
Dia menambahkan, bahwa pihaknya telah berkordinasi dengan aliansi yang ada di Jakarta. Rencananya ASM akan berkumpul dengan beberapa aliansi Jakarta di wilayah Senen dan Cempaka Putih. Kemudian memusatkan aksi ke DPR-RI hingga ada keputusan jelas mengenai kenaikan.
ASM, tambah Kusnan, akan mengerahkan tenaga semaksimal mungkin untuk melakukan penolakan. Jika memang BBM batal naik, maka ASM pun akan meninggalkan Jakarta. Namun jika kenaikan BBM tetap terjadi, sebisa mungkin ASM akan terus menetap dan bergabung bersama aliansi Jakarta untuk melakukan penolakan.
Keinginan kuat warga Surabaya menolak kenaikan BBM lantaran kebijakan tersebut dianggap akan membuat masyarakat miskin semakin miskin. Kebijakan itu sangat tidak tepat, karena rakyat Indonesia hingga saat ini masih dijerat dalam kemiskinan, pengangguran, dan mahalnya biaya kesehatan serta pendidikan.
Sementara itu, BLT (Bantuan Langsung Tunai) yang akan diberikan pemerintah dianggap hanya sebagai sogokan untuk meredam kemarahan massal masyarakat. Program itu pun tidak mampu memecahkan persoalan pasca kenaikan BBM
"Lihat saja pengalaman sebelumnya, BLT tidak menjadi solusi dan bahkan menjadi permasalahan. Sering terjadi penyelewengan atau manipulasi waktu pembagian BLT," tandas Kusnan.