REPUBLIKA.CO.ID, KENDARI - Massa mahasiswa yang menggelar aksi menolak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) memboikot jaringan telekomunikasi di kantor Telkom cabang Kendari, Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra).
ANTARA dari Kendari, Rabu (28/3) melaporkan massa yang menyuarakan penolakan kenaikkan harga bahan bakar minyak memboikot jaringan telepon dengan cara memutuskan jaringan listrik.
Pemutusan jaringan listrik dilakukan setelah melalui negosiasi antara pihak pengunjuk rasa dengan pimpinan Telkom yang dikawal personil kepolisian. Jenderal lapangan Arman didampingi sejumlah perwakilan organisasi meminta jaringan telepon diputuskan selama 12 jam, namun ditolak pihak Telkom.
Setelah melalui tawar menawar akhirnya disepakati pemutusan jaringan listrik yang berakibat melumpuhkan operasional jaringan telepon di kantor Telkom Kendari selama dua jam. Kepala Sentral Telepon Otomat Cabang Kendari, Awan Saifub didampingi Arman selaku perwakilan pengunjukrasa serta disaksikan aparat kepolisian menurunkan pembatas listrik.
Meskipun mereka sudah memutuskan aliran listrik namun tetap menduduki kantor Telkom Kendari hingga batas waktu kesepatan pemutusan jaringan. Kehadiran massa di kantor Telkom cabang Kendari dikawal ketat aparat kepolisian.
Semula massa merangsek masuk ke halaman kantor Telkon Kendari yang berada pada posisi ketinggian, namun dihalau aparat. Saling dorong antara massa demonstran dan aparat kepolisian tidak terhindar. Kepolisian menyiagakan satu unit kendaraan 'water canon' atau penyembur air.
Dalam pernyataan sikap pengunjukrasa yang menamakan diri front rakyat Sultra bersatu merilis bahwa subsidi di bidang energi hanya berkisar Rp 123,6 triliun atau sekitar sembilan persen dari total APBN. Angka tersebut, jauh lebih rendah dibandingkan dengan anggaran untuk membiayai 4,7 juta orang aparatur negara yang mencapai Rp 215, triliun.
Oleh karena itu, solusi tepat mengatasi defisit APBN adalah moratorium pembayaran utang luar negeri, moratorium pengadaan kendaraan dinas, hentikan sementara pembangunan kantor baru dan menyerukan gaya hidup sederhana di kalangan penjabat.