Rabu 28 Mar 2012 14:41 WIB

Wah, Tahu Berformalin Masih Marak di Depok

Rep: Rusdy Nurdiansyah/ Red: Hazliansyah
Tahu
Foto: kusumaworld25.blogspot.com
Tahu

REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK --  Penggunaan formalin pada makanan jenis tahu yang dipasarkan di Kota Depok masih marak. Bahkan penelitian yang dilakukan pada 2010 menemukan bahwa 94 persen tahu yang dijual positif mengandung formalin. Hal itu terungkap dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Yulianti, peneliti dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (UI).

''Dari 40 usaha industri tahu, kami mengambil sample dari 15 produsen tahu yang ada di Kota Depok yang tersebar di Sukmajaya, Cimanggis dan Sawangan. Ditemukan ada lima produsen tahu yang menggunakan formalin dalam prose pembuatan tahu,'' ujar Yulianti saat memaparkan hasil penelitiannya di UI, Depok, Jawa Barat, Rabu (28/3).

 

Meski demikian, Yuliyanti mengatakan, formalin tersebut lebih banyak ditambahkan oleh pedagang bukan produsen. Sebagian besar produsen, tidak menggunakan formalin dalam proses pembuatan tahu. Formalin biasanya ditambahkan pedagang agar bisa bertahan lebih lama.

 

Para peneliti dari Fakultas Kesehatan Masyarakat UI bersama Dinas Kesehatan Kota Depok kemudian melakukan monitoring dan  pembinaan kepada pengrajin tahu. ''Diperlukan pendekatan yang cukup baik kepada mereka. Umumnya lokasi industri tahu tidak memiliki instalasi pengolahan limbah, berada di dekat sungai dan tak memiliki SIUP,'' ungkap Yulianti.

Kepala Tim Laboratorium Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, I Made Djaja mengatakan masyarakat perlu teliti mengenali ciri-ciri tahu berformalin. ''Tahu formalin itu tidak rusak jika disimpan sampai tiga hari pada suhu kamar, bertahan lebih dari 15 hari pada suhu lemari es, tahu terlampau keras teksturnya namun tidak padat, bau agak menyengat dan berbau formalin,'' jelas Djaja.

 

Dia menghimbau untuk mencuci bersih tahu yang akan digunakan lalu merebusnya dengan air hangat. Perlakuan tersebut berguna untuk meminimalisir kandungan formalin. Makanan yang sudah dicampur formalin tidak sehat karena mengandung bahan yang berbahaya. Dampaknya tidak langsung diketahui namun bisa mengakibatkan gangguan, ginjal, kanker dan penyakit mematikan lainnya bila terus dikonsumsi.

''Formalin adalah bahan industri yang tidak boleh dicampurkan ke dalam makanan atau pun dikonsumsi jika tidak ingin terkena dampak buruknya. Umumnya formalin digunakan untuk pengawet mayat, pembasmi lalat dan serangga, serta bahan pembuatan pupuk,'' terang Djaja.

Salah satu pengusahan tahu, Said yang sudah 24 tahun memproduksi dan mendistribusikan tahu mengaku makanan tahu berbahan dasar kacang kedelai yang dibuatnya tanpa menggunakan formalin. ''Sejak dulu, saya nggak pernah pakai formalin. Sehingga tahunya pun tak bertahan lama. Paling lama bertahan sehari hingga dua hari. Untuk membuat tahu agar tahan lama biasanya saya menggunakan air hangat saja,'' tuturnya.

 

Warga Perumahan Pondok Sukmajaya Permai itu menjelaskan proses pembuatan tahunya juga masih menggunakan bahan-bahan alami dan tradisional. Ciri-ciri tahu non formalin bisa dilihat dari teksturnya yang lebih halus, licin, dan mudah hancur. Awalnya kacang kedelai dicuci, kemudian direndam dengan air agar mengembang. Selanjutnya adonan tersebut digiling dengan menggunakan mesin. Hasil gilingan kacang kedelai itu lalu direbus dengan suhu panas 300 derajat celcius selama 10 menit. ''Selanjutnya disaring untuk selanjutnya dicetak. Dalam sehari menghasilkan 60 kg tahu,'' ungkap Said.

 

Meskipun demikian, Said mengaku dirinya sering kalah bersaing dengan pedagang tahu berformalin. Umumnya tahu berformalin lebih tahan lama, sehingga bisa dijual kembali. ''Tapi kami tetap optimis karena mempunyai pelanggan tetap dan tak menjual produk yang membahayakan masyarakat,'' tegasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement