Selasa 27 Mar 2012 22:11 WIB

Uji Materiil UU Perkawinan Ditolak

Rep: Erik Purnama Putra/ Red: Chairul Akhmad
Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD (tengah) memimpin sidang uji materiil di MK.
Foto: Antara/Prasetyo Utomo
Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD (tengah) memimpin sidang uji materiil di MK.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Gugatan Halimah Agustina binti Abdullah Kamil, janda Bambang Trihatmodjo, anak almarhum Soeharto, tentang Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 Pasal 39 Ayat 2 Huruf f tentang Perkawinan, ditolak Mahkamah Konstitusi (MK).

Ketua MK, Mahfud MD, mengatakan permohonan Halimah tidak bertentangan dengan konstitusi. Karena itu, MK tidak bisa menerima dalil pemohon dan tidak ada kerugian konstitusional yang dialami pemohon.

“Menolak permohonan pemohon karena tidak ada kerugian konstitusional,” kata Mahfud saat membacakan amar putusan di gedung MK, Selasa (27/3).

Dalam permohonannya, Halimah menilai penjelasan Pasal 39 Ayat 2 Huruf f merugikan hak konstitusionalnya, karena pasal tersebut tidak mencantumkan hal-hal yang menjadi penyebab perselisihan atau pertengkaran dalam rumah tangga sampai terjadi. Hal tersebut mengakibatkan, pihak istri seringkali dirugikan dalam hal penyebab terjadinya perceraian.

Halimah meminta MK menghapus Pasal 39 Ayat 2 Huruf f yang berbunyi, “Perceraian dapat disebabkan karena antara suami dan istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran.” Dia meminta sepanjang frasa ‘antara suami dan istri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran’ dibatalkan atau dihapus karena bertentangan dengan UUD 1945.

Halimah mengajukan permohonan ini dengan tujuan supaya wanita Indonesia tidak disepelekan oleh suami. "Meskipun sebagai istri telah menjalankan kewajibannya dengan baik, tetapi perceraian atas permohonan suaminya tetap dikabulkan atas dasar pasal tersebut," kata kuasa hukum Halimah, Chairunnisa Jafizham.

Hakim Konstitusi, Ahmad Fadlil Sumadi, menjelaskan hakikat perkawinan adalah merupakan ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri. Tujuannya adalah untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal, yang didasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa. "Tujuan perkawinan adalah untuk membentuk rumah tangga bahagia dan kekal sebagai tujuan dari masing-masing pihak dalam perkawinan," paparnya.

Menurut Fadlil, putusnya perkawinan dengan lembaga perceraian dalam perspektif hukum substansinya adalah peninjauan kembali terhadap persetujuan kedua belah pihak yang membentuk ikatan hukum. Manakala pengadilan, berdasarkan bukti-bukti yang diajukan berpendapat telah terbukti beralasan menurut hukum, pengadilan akan menjatuhkan putusan bahwa perkawinan sebagai ikatan hukum tersebut putus.

Dengan demikian, putusan pengadilan yang menyatakan putusnya ikatan perkawinan tersebut akibat dari adanya perselisihan dan pertengkaran yang terus menerus dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga, sudah sesuai aturan. “Ini sudah tepat aturannya,” tandas Fadlil.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement