REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rencana pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) membuat 'pecah' pemerintah pusat dan daerah. Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi mengungkap, akhir-akhir ini pihaknya menangkap gejala adanya beberapa kepala daerah yang tidak mendukung kebijakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Karena itu, pihaknya sering menghubungi masing-masing gubernur, untuk memastikan agar tidak ada perbedaan kebijakan pemerintah pusat dan daerah. "Saya telepon gubernur karena ada bupati atau wali kota dan wakil bupati atau wakil wali kota yang tidak setuju. Apakah boleh kebijakan seperti itu?" cetus Gamawan dalam acara Orientasi Kepala Daerah di kantor Badan Diklat Kementerian Dalam Negeri, Senin (26/3).
Masalah tidak berhenti sampai di situ, kata Gamawan, ini lantaran ada juga kepala daerah yang terang-terangan menolak penyaluran Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM). Padahal bantuan jenis ini sebagai kompensasi untuk mengurangi dampak buruk melonjaknya harga-hara barang akibat naiknya BBM. "Ada yang tidak mau menyalurkan, apakah ini boleh? Ini harus dikaji," katanya.
Gamawan mengatakan, ada beberapa kepala daerah yang tidak paham dengan makna otonomi daerah sehingga tidak mau diatur pemerintah pusat. Padahal dalam UUD 1945 dan UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, imbuh dia, kepala daerah mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut azas otonomi dan tugas pembantuan sesuai amanat pemerintah pusat.
Dia mengingatkan, pemerintah daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan oleh UU Pemda yang ditentukan sebagai urusan pemerintah pusat. "Jadi, pemerintah pusat boleh mengingatkan. Otonomi daerah bukan artinya kepala daerah tidak mau diatur dan seenaknya sendiri menjalankan pemerintahannya," kata Gamawan.