Senin 26 Mar 2012 08:23 WIB

Rem Kenaikkan BBM, Benahi Manajemen Energi Indonesia

Rep: Indah Wulandari/ Red: Karta Raharja Ucu
Khofifah Indar Parawansa
Foto: .
Khofifah Indar Parawansa

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rencana pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi pada 1 April mendatang, digambarkan Mantan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Khofifah Indar Parawansa seolah-olah karena pemerintah tidak punya opsi lain. Padahal, menurut dia, jika pemerintah mau serius, masih ada opsi lain yang bisa ditempuh agar harga BBM tidak terus naik.

“Kesimpulannya, manajemen energi Indonesia memang butuh banyak pembenahan,” jelas Khofifah pada pengajian di Pusdiklat Muslimat NU, Pondok Cabe, Jakarta Selatan, Minggu (25/3) malam.

Khofifah yang kini menjabat sebagai Ketua Umum Muslimat Nahdlatul Ulama itu mengatakan, opsi yang seharusnya dilakukan pemerintah sejak dulu adalah mengolah minyak hasil dalam negeri sendiri, terutama untuk minyak tanah dan premium.

“Sudah saatnya mengolah minyak tanah sendiri. Indonesia harus punya banyak mesin pengolahan minyak. APBN kita yang sebesar Rp 1.435 Triliun cukup untuk itu. Ini untuk kepentingan jangka panjang,” tegas perempuan 46 tahun itu yang mengatakan kaum perempuan paling merasakan dampak kenaikan harga BBM.

Selain itu, kata Khofifah, transaksi hasil minyak Indonesia saatnya dilakukan di dalam negeri. Sebab, selama ini transaksi dilakukan di Singapura. Langkah-langkah efesiensi dalam manajemen energi juga perlu dilakukan, sehingga kalaupun harga naik tidak terlalu tinggi.

“Karena transaksinya di Singapura, barang itu dari Indonesia lari ke Singapura lalu balik lagi ke Indonesia. Kenapa transaksi di Indonesia saja, agar Indonesia bargain dengan importir,” tandas Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) era pemerintahan KH. Abdurrahman Wahid ini.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement