REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi XI DPR RI, Sadar Subagyo, meminta pemerintah berani melakukan lindung nilai atau "hedging" atas minyak untuk harga impor.
"Saya kira sistem hedging ini baik diterapkan. Dengan hedging, pemerintah tidak harus mengubah APBN lagi jika harga minyak naik. Meksiko pernah melakukan hedge ini," ujar Sadar Subagyo.
Dengan sistem ini, pemerintah tidak perlu panik menyesuaikan harga BBM bersubsidi jika terjadi fluktuasi harga minyak dunia. Hedge perlu dilakukan karena Indonesia saat ini termasuk negara pengimpor minyak. "Bila negara tidak dapat melakukan hedge, maka Pertamina dapat melakukannya," dia menegaskan.
Secara garis besar, kata Sadar, problem ekonomi makro Indonesia yang tercermin dalam RAPBNP 2012 dipicu oleh faktor eksternal dan internal. Faktor eksternal adalah gejolak harga minyak dunia akibat krisis di Timur Tengah dan krisis utang Eropa. Sedangkan, faktor internal adalah forecast target lifting minyak yang kurang tepat.
Kondisi tersebut diperparah oleh subsidi listrik yang membengkak akibat implementasi bauran energi yang jauh meleset dari rencana. Beban APBN kian berat karena target penerimaan perpajakan dalam negeri sudah beberapa tahun tidak mencapai target.
''Yang memprihatinkan, langkah pemerintah dalam mengatasi persoalan anggaran ini kurang bijaksana. Pemerintah justru membebankan semua masalah ini ke rakyat dengan cara menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi sebesar Rp1500 per liter,'' tandasnya. "Jelas, ini sangat tidak masuk akal."