Sabtu 24 Mar 2012 17:45 WIB

Kontras Pertanyakan Pengerahan TNI Hadapi Demo BBM

Aparat kepolisian mengamankan demo BBM
Foto: Republika/Adhi Wicaksono
Aparat kepolisian mengamankan demo BBM

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA --  Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) mempertanyakan pengerahan TNI dalam menghadapi aksi demonstrasi terkait rencana kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi.

"Kami dari Kontras dan sejumlah individu masyarakat sipil mempertanyakan pengerahan TNI dan model kekerasan dalam menghadapi aksi demonstrasi atas kenaikan BBM," kata Koordinator Kontras, Haris Azhar, dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Sabtu.

Menurut Haris Azhar, berbagai aksi demonstrasi antikenaikan BBM merupakan hal yang wajar dalam masyarakat demokratik yang menjunjung tinggi kebebasan berekspresi dan berpendapat.

Terlebih lagi, lanjutnya, rencana kenaikan BBM bersubsidi tersebut juga merupakan isu yang kontroversial dan memerlukan partisipasi suara publik sebelum diputuskan.

"Dengan kapasitas yang dimiliki oleh institusi Polri yang dimandatkan oleh Konstitusi dan Undang-Undang, sudah seharusnya ekses-ekses negatif dari aksi unjuk rasa bisa direspons dengan pendekatan penegakan hukum," katanya.

Ia juga menyayangkan masih terjadinya penggunaan kekuatan yang berlebihan dari aparat kepolisian terhadap para demonstran seperti yang terjadi di Yogyakarta, Makassar, Medan, dan Jakarta, dan beberapa kota lainnya.

Menurut dia, jumlah para demonstran yang menderita luka-luka akibat bentrok atau pembubaran paksa oleh aparat kepolisian di berbagai daerah diperkirakan mencapai 83 orang.

"Meskipun terlihat aksi-aksi demonstrasi meningkat drastis sejak akhir Maret 2012, namun Kontras mencatat sebagian besar aksi-aksi tersebut bisa berjalan lancar hingga selesai," kata Haris.

Terkait dengan pengerahan TNI, Haris menilai hal itu bukan hanya tidak sesuai dengan UU terkait pertahanan dan pembagian peran TNI-Polri, tetapi juga kontraproduktif secara politik.

Ia juga berpendapat bahwa keterlibatan TNI tersebut seharusnya melalui sebuah keputusan politik dari Presiden dengan persetujuan DPR karena TNI sendiri tidak diorientasikan sebagai instrumen keamanan melainkan instrumen tempur.

Sebelumnya, Wakil Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin menegaskan bahwa keterlibatan TNI dalam pengamanan aksi demo kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) di sekitar Istana Negara pada Rabu (21/3) merupakan bagian dari manajemen operasi dalam suatu sistem keamanan.

"Itu merupakan suatu yang wajar. Kita tidak melihat TNI dalam mengantisipasi bantuan kamtibmas dengan menggunakan peralatan tempur. Marilah kita lihat secara jernih dan realistis," kata Wamenhan di sela-sela acara Jakarta Internasional Defense Dialogue di Jakarta Convention Center (JCC), Kamis (22/3).

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement