REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Pulau Bali gelap gulita saat umat Hindu menunaikan ibadah Tapa Brata Penyepian menyambut Tahun Baru Saka 1934 pada Jumat malam ini. Salah satu dari empat pantangan yang dilakukan Umat Hindu pada malam peralihan tahun dari tahun saka 1933 ke 1934 itu menyangkut Amati Geni, yakni tidak menyalakan api maupun lampu penerangan listrik.
Suasana gelap gulita terjadi di mana-mana. Masyarakat sejak pagi hari 'mengurung' diri dalam rumah masing-masing.
Pada malam kegelapan itu, petugas keamanan desa adat (pecalang) dan tokoh masyarakat di masing-masing desa adat terus melakukan pemantauan menyangkut keamanan di wilayah desa masing-masing.
Bali pada malam Hari Raya Nyepi menjadi gelap gulita karena seluruh penerangan listrik di jalan, rumah-rumah milik sekitar 839.619 konsumen tersebar di delapan kabupaten dan satu kota di daerah ini dipadamkan. Sementara, semua hotel yang tersebar di kawasan Sanur, Kuta, Nusa Dua, dan kawasan wisata lainnya di Bali sedapat mungkin juga tidak menyalakan listrik. Jika dalam kondisi terpaksa, sinarnya tidak sampai menembus jendela atau celah hingga memancar ke luar.
Di Hotel Sanur Beach, lampu lobi dan akses jalan menuju beberapa tempat dimatikan sejak pukul 19.00 Wita. Tamu yang menginap pun makan malam di ruang pertemuan yang kaca jendela bagian dalamnya dilapisi plastik sehingga tidak terlihat dari luar.
"Kalau makan di restoran, maka sudah pasti lampu menyala. Bagaimana pun juga kami ingin menghormati Nyepi," kata Manajer SDM Hotel Sanur Beach, Anak Agung Arinata Putra.
Di dalam hotel milik PT Aerowisata Hotels, anak perusahaan PT Garuda, terdapat dua restoran, Tirta dan Basilico, plus satu bar. Namun pada malam Nyepi, dua restoran tersebut tutup.
Kondisi demikian menambah kekhusukan umat Hindu melaksanakan Catur Tapa Brata Penyepian yang meliputi "amati geni" (tidak menyalakan api atau listrik).