Jumat 23 Mar 2012 00:43 WIB

Pertamina Belum Minat Ambil Alih TPPI

Rep: Mutia Ramadhani/ Red: Hazliansyah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bola panas anjuran Pertamina mengambil alih PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI) sebagai anak usaha ternyata belum menjadi perhatian BUMN plat merah itu. Wakil Presiden Komunikasi Korporat Pertamina Mochamad Harun menegaskan, Pertamina, sedari awal hanya sebatas ingin TPPI membayarkan kewajibannya kepada Pertamina.

"Prinsip kami tak muluk-muluk, sangat sederhana, kami hanya ingin hutang tersebut dibayar," kata Harun kepada Republika usai diskusi di kantornya, Kamis (22/3). Untuk menjadikan TPPI sebagai anak usaha, menurutnya, membutuhkan kajian keekonomian tersendiri. Sedangkan saat ini, Pertamina sama sekali tak berfikir ke arah sana.

Jika kajian liability-nya terlalu berat untuk Pertamina, kata Harun, maka perusahaan tak mungkin menjadikan TPPI sebagai anak usaha. Kajian liability menunjukkan keadaan dimana perusahaan terikat dengan kewajiban atau berhutang. Artinya jika Pertamina harus mengeluarkan uang terlalu banyak untuk rencana itu maka akan memberatkan perusahaan negara tersebut.

Berikutnya Pertamina menyerahkan sepenuhnya keputusan pada pemerintah. Sebab, Pertamina menginduk pada Kementerian BUMN. "Kita tak tahu keputusannya nanti seperti apa, konsen pembahasannya ada pada pemerintah," ujar Harun.

TPPI semestinya sudah membayarkan hutangnya pada tiga kreditur sejak 12 Maret 2012. Ketiganya adalah PT Pertamina (Persero), PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA), dan Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas).  Kemudian, target penyelesaian (restrukturisasi) itu diundur 30 hari untuk kesekian kalinya.

TPPI berhutang kepada Pertamina sekitar 589 juta dolar AS atau sekitar enam triliun rupiah. Berikutnya hutang kepada PT PPA Rp 3,26 triliun, dan BP Migas Rp 169 juta dolar AS atau sekitar Rp 1,6 triliun.

Dihubungi terpisah, Kepala Divisi Humas, Sekuriti, dan Formalitas BP Migas Gde Pradnyana mengatakan hutang TPPI yang tertunda kepada BP Migas hanya berupa pembayaran cicilan hutang lama saja. Sudah sejak setahun terakhir, BP Migas hanya mengirim kondensat Senipah kepada TPPI jika perusahaan itu sudah melakukan pembayaran di muka. "Jadi tak ada exposure baru," katanya dalam sambungan telepon.

Harga jual kondensat tersebut, kata Gde, dijual dengan harga pasar. Proses restrukturisasi utang TPPI itu menyangkut transaksi penjualan elpiji dan mogas dari TPPI ke Pertamina dan pembelian kondensat Senipah milik BP Migas oleh TPPI. TPPI membutuhkan kondensat dari BP Migas sebagai bahan baku utama untuk memproduksi petrokimia. Menurut kontraknya, BP Migas memasok kondesat 20 ribu – 30 ribu barel per hari (bph) ke TPPI.

Pertamina menjadi pihak paling dirugikan akibat tidak jelasnya penyelesaian utang TPPI tersebut. Sebab, uang dari pembayaran hutan TPPI itu semestinya bisa digunakan Pertamina untuk berinvestasi di bidang lainnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement