REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Pertamina menggandeng pemerintah daerah memberlakukan kebijakan baru demi alasan keamanan (safety) masyarakat.
"SPBU yang ada di sepanjang jalur demonstrasi akan kita kosongkan," kata Wakil Presiden Komunikasi Korporat Pertamina, Mochamad Harun, kepada Republika usai diskusi di kantornya, Kamis (22/3).
Pertamina mengimbau masyarakat agar tak melakukan pembelian BBM di SPBU yang berada di sepanjang jalur demonstrasi.
Kebijakan tersebut tetap dilaksanakan sampai Pertamina mendapatkan jaminan keamanan dari aparat. Khususnya, keamanan SPBU dan minimal risiko yang mungkin menimpa masyarakat sebab tindakan anarkis pengunjuk rasa yang menolak rencana kenaikan harga BBM subsidi.
Semua berawal dari aksi pengunjuk rasa di Makassar, Sulawesi Selatan beberapa hari lalu, yang menolak kenaikan harga BBM. Massa yang tergabung dalam Gerakan Rakyat Marah (GRM) itu menggelar aksinya di depan Pintu I Universitas Hasanuddin. Sebagian massa masuk ke SPBU yang tepat berada di depan Pintu I kampus lalu menjarah BBM dengan cara membagi-bagikannya secara gratis kepada setiap kendaraan yang hendak mengisi bahan bakar.
Massa lalu menghambat mobil truk pengangkut gas tiga kilogram yang saat itu antre mengisi BBM dan menjarah tabung gasnya. Pertamina semakin kuat menjalankan kebijakan pengosongan tersebut, sebab khawatir dampak negatif yang akan terjadi. Seperti aksi anarkis pembakaran yang berakibat meledaknya truk, tangki minyak, hingga SPBU, dan pada akhirnya menimbulkan risiko korban jiwa lebih besar.
Agar distribusi BBM diterima masyarakat merata, kata Harun, Pertamina juga memberlakukan pembatasan kuota pembelian BBM subsidi. "Untuk mobil maksimal 20 liter, motor sekitar tiga liter," ujarnya. Ketentuan ini contohnya mulai dilakukan di Sulawesi Utara bekerjasama dengan pemda.