Rabu 21 Mar 2012 20:38 WIB

Alhamdulillah, 17 TKI di Saudi Bebas dari Hukuman Mati

Rep: Prima Restri/ Red: Djibril Muhammad
Massa Aliansi Masyarakat Sipil Anti Hukuman Mati (AMSAHM) melakukan demonstrasi menentang pelaksanaan hukuman pancung bagi TKW Indonesia di Arab Saudi.
Foto: Republika/Imam Budi Utomo
Massa Aliansi Masyarakat Sipil Anti Hukuman Mati (AMSAHM) melakukan demonstrasi menentang pelaksanaan hukuman pancung bagi TKW Indonesia di Arab Saudi.

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA - Dari jumlah 58 Tenaga Kerja Indonesia/WNI yang menghadapi kasus pidana berat serta ancaman hukuman mati (pancung) di Arab Saudi, sebanyak 17 TKI/WNI mengalami pembebasan. Sekitar tujuh di antaranya telah kembali ke tanah air, termasuk Hafidz Bin Kholil Sulam, TKI asal Sampang, Madura, Jawa Timur.

Demikian disampaikan, Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Moh Jumhur Hidayat, di Jakarta, Rabu (21/3).

Kepulangan Hafidz dijemput Kepala BNP2TKI dan Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan TKI/WNI Terancam Hukuman Mati di Luar Negeri, Humphrey R Djemat di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten. Sementara pemulangan Hafidz didampingi petugas petugas Konsulat Jenderal RI di Jeddah, Didi Wahyudi.

 

Dikatakan Jumhur, sisa 17 TKI/WNI yang dibebaskan hukuman mati yakni 10 orang, kini berada di Arab Saudi. Jumlah itu antara lain, tiga menunggu proses pemulangan ke Indonesia, dua berubah hukumannya menjadi 10 tahun penjara, tiga masih menjalani hukuman hak umum (penjara) dari negara, dan dua yang juga mendapat pemaafan keluarga korban menunggu putusan akhir persidangan guna pembebasannya.

 

Sedangkan 41 lainnya meliputi 37 terancam hukuman mati serta 4 terpidana berat, terdiri dari lima telah mendapat putusan kasasi, sepuluh yang melakukan banding, sembilan yang berada di pengadilan tahap pertama, dan 12 dalam proses penyelidikan polisi, serta lima yang sedang diupayakan pemaafannya.

 

"Dari jumlah 37 TKI/WNI itu, dua di antaranya dalam kategori kritis menyangkut nasib Tuti Tursilawati binti Ali Warjuki (Majalengka, Jawa Barat) dan Siti Zainab binti Duhri Rupa (Bangkalan, Madura)," jelas Jumhur.

Kasus Tuti hingga saat ini belum mendapat pemaafan keluarga (ahli waris) korban, kemudian Siti Zainab, menanti pemaafan anak laki-laki korban yang belum dewasa (akil baligh).

 

Di samping itu, terdapat nasib Satinah binti Jumadi (Ungaran, Semarang, Jawa Tengah) yang sebenarnya mendapat pemaafan keluarga korban dengan kompensasi uang pengganti darah (diyat) sebesar Rp 25 Milyar.

 

Dikatakan Jumhur, upaya pembebasan TKI/WNI terancam hukuman mati di Arab Saudi merupakan kerja keras perwakilan RI yaitu KBRI di Riyadh maupun KJRI Jeddah, melibatkan Satgas TKI/WNI Terancam Hukuman Mati di Luar Negeri yang dibentuk Presiden Soesilo Bambang Yuhoyono serta BNP2TKI.

 

Namun demikian, lanjutnya, pemerintah akan terus mengupayakan pembebasan khususnya bagi para TKI/WNI yang terancam hukuman mati di Arab Saudi.

 

Sementara itu, Humphrey mengatakan, pihak Satgas TKI kini sedang menyiapkan keberangkatan keluarga Tuti Tursilawati dan keluarga Siti Zainab ke Arab Saudi pada 1-6 April 2012, guna mengetahui secara langsung kondisi mereka.

Humphrey juga menjelaskan, saat ini terdapat 203 WNI/TKI yang menghadapi ancaman pidana berat dan hukuman mati di enam negara. Sebanyak 37 orang di Arab Saudi, 149 orang di Malaysia, 14 orang di China, serta di Iran, Singapura, dan Brunei Darussalam masing-masing 1 orang.

 

"Untuk memberikan perlindungan dan menyelamatkan WNI/TKI dari hukuman mati di luar negeri, Satgas juga telah mengontrak pengacara tetap di negara setempat, utamanya di Malaysia dan Arab Saudi," kata Humphrey.

 

Menurutnya, pada 5 April mendatang, Tim Satgas akan mengunjungi Arab Saudi untuk mengawasi perlindungan hukum yang diberikan terhadap WNI/TKI di sana. Selain itu, melakukan upaya pemaafan terhadap TKI Tuti Tursilawati.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement