REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lemahnya penegakan hak asasi manusia (HAM) di Indonesia bisa dilihat dari terlanggarnya empat prinsip dasar HAM. Padahal, prinsip itu seharusnya diwujudkan oleh negara dalam kehidupan sehari-hari.
Menurut Koordinator Badan Pekerja Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Haris Azhar, prinsip pertama yang dilanggar yakni adanya pelanggaran prinsip non-diskriminasi. Sepanjang 2011 terjadi diskriminasi secara besar-besaran. Kedua, pelanggaran terhadap prinsip partisipasi masyarakat. Ketiga, sambung Haris, tidak ada kemajuan dalam pemenuhan HAM atau prinsip kemajuan yang layak. Dan keempat, prinsip pemulihan yang efektif bagi warga negara.
"Tidak ada pemulihan, penegakan hukum kurang maksimal," papar Haris saat berbincang dengan Republika via telepon, Rabu (21/3). Haris menyebut, pemerintah buruk dalam merespon pelanggaran HAM, sehingga pelanggaran HAM berkontribusi bagi kematian, seperti yang terjadi di Mesuji.
Haris berpendapat, untuk memperbaiki performa di bidang HAM bisa dilakukan dengan sejumlah hal. Pertama, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) harus merespons sejumlah isu pelanggaran HAM. Kedua, Polri harus memastikan adanya penghentian penggunaan kekerasan dalam tindakan pengamanan ataupun penegakan hukum.
Ketiga, DPR harus memastikan adanya kontrol yang efektif terhadap Polri dan TNI terutama dalam persoalan kontrol penggunaan kekerasan dalam tugas-tugas institusi keamanan.
"Keempat Kontras mengajak semua elemen masyarakat untuk melakukan kontrol dan pengawasan atas berbagai kebijakan dan perilaku aparat yang beprotensi mengakibatkan kekerasan dan pelanggaran HAM," terang Haris.
Disebutkannya, dibanding 2010, pelanggaran HAM pada 2011 meningkat drastis. Hal itu terjadi karena minimnya respon dari pemerintah. "Tahun 2010 di bawah angka 500 kasus pelanggaran HAM. Sedangkan sepanjang tahun 2011 ada 691 kasus kekerasan dengan 1.586 korban kekerasan dan model kekerasannya semakin berkembang. Respons negara makin minim," tuntas Haris.