REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Program pemberian Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) kepada masyarakat miskin sebagai kompensasi kenaikan harga bahan bakar (BBM) per tanggal 1 April, harus tepat sasaran. Koordinator Forum Kajian Pemuda Jakarta Abdul Rachman Mahdi mengimbau pemerintah untuk cermat dalam mendata siapa saja penerima BLSM. Ini agar 18,5 juta rumah tangga sasaran (RTS) yang berhak menerima BLSM adalah benar termasuk warga miskin.
"Masyarakat yang terdata itu adalah harus warga yang benar-benar miskin, dan masyarakat yang membutuhkan bantuan pengganti subsidi tersebut," kata Abdul dalam siaran pers, Ahad (18/3).
Atas dasar itu, Abdul mengingatkan pemerintah supaya pengelolaan anggaran BLSM sebesar Rp 25,6 triliun harus transparan sehingga sesuai dengan undang-undang dan menghindari penyimpangan. Selain itu, tambahnya, masalah pendistribusiannya juga harus diperhatikan, apakah layak seperti sebelum-sebelumnya atau tidak yang terlalu birokratis dan tidak efisien.
Abdul mengatakan, penyaluran BLSM yang direncanakan digulirkan selama sembilan wajib mempertimbangkan aspek manusiawi. Dengan begitu, masyarakat penerima tidak harus mengantre lama hingga jatuh pingsan, bahkan kehilangan nyawa, seperti tragedi penyaluran zakat fitrah. "Kita yang hidup dalam kultur ketimuran harus menyingkirkan berbagai hal-hal yang tidak manusiawi itu," pesannya.
Pihaknya berharap, harus ada orang-orang yang dipilih dari masyarakat untuk mengawasi aparatur dan petugas yang mendata penerima BLSM. Ini agar tidak terjadi praktik peluang memaksakan RTS tertentu dimasukkan ke dalam daftar penerima dengan alasan kedekatan. Pasalnya belajar dari pengalaman penyaluran bantuan langsung tunai (BLT), banyak salah sasaran dan salah target.
"Jadi, pemberian BLSM itu harus diberikan langsung oleh aparatur kelurahan atau RW ke rumah masyarakat yang betul-betul membutuhkan. Ini supaya BLSM tidak diselewengkan," tuturnya.