REPUBLIKA.CO.ID, CIREBON -- Duta Besar Jerman untuk Indonesia, Norbert Baas mengungkapkan, pihaknya tidak ingin mengaitkan terorisme dengan Islam. Meski tak sedikit terorisme yang mengatasnamakan Islam.
"Yang tidak kita inginkan adalah menyatukan kata terorisme dengan Islam karena tidak ada kaitan," kata Baas dalam seminar internasional bertema 'Peran Ulama Pesantren dalam Mengatasi Terorisme Global' di Pondok Pesantren Kempek, Cirebon, Jawa Barat, Jumat (16/3).
Namun, karena banyak terorisme yang mengatasnamakan Islam, maka pihaknya ingin berdialog dengan Islam, termasuk di Indonesia. "Jerman memiliki haluan jelas, ingin kerja sama, saling memahami dengan Indonesia," beber dia.
Diungkapkannya, pihaknya kini sedang memetakan kembali bentuk terorisme sehingga dapat dicari penanganan yang tepat. "Kita sedang petakan ulang bentuk terorisme. Kita tak jelas seberapa besar organisasinya," imbuh dia.
Menurutnya, tak semua teroris tempuh cara militer. "Di masa sekarang terorisme bisa dilakukan orang per-orang melalui teknologi," tukas dia.
Pesantren, masih kata Baas, merupakan basis penting yang diharapkan bisa menghalangi perkembangan radikalisme.
Sementara itu, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH. Said Aqil Siroj menegaskan, Islam merupakan agama yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, sementara terorisme justru merusak sendi-sendi kemanusiaan. "Terorisme musuh kemanusiaan," tegas Said Aqil seraya memastikan dari 21.600 pesantren yang dikelola NU, tidak satupun yang melahirkan teroris.
Sebelumnya, Presiden RI ketiga, BJ Habibie mengatakan, penanganan terorisme tidak bisa dilakukan seperti menghadapi ancaman pertahanan dan keamanan klasik konvensional, terlebih kelompok teroris saat ini juga memanfaatan kecanggihan teknologi serta membangun jaringan regional dan internasional.