Jumat 16 Mar 2012 19:12 WIB

Gara-gara Menkes, Ribuan Tukang Gigi Bakal Nganggur

Rep: Ahmad Islamy Jamil/ Red: Hafidz Muftisany
Tukang gigi (ilustrasi)
Foto: kaskus
Tukang gigi (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG – Mereka yang selama ini bekerja sebagai pembuat gigi palsu sudah tidak dapat lagi menjalankan profesinya sekarang. Pasalnya, dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1871/Menkes/Per/IX/2011, para tukang gigi ini tidak diizinkan lagi melakukan aktivitasnya.

Peraturan ini mencabut dan menyatakan Permenkes Nomor 339/Menkes/Per/V/1989 tentang Pekerjaan Tukang Gigi beserta petunjuk pelaksanaannya, tidak berlaku lagi. Peraturan lama ini memberi dua kewengan kepada tukang gigi. Yaitu, membuat sebagian atau seluruh gigi tiruan lepasan dari bahan akrilik dan; memasangkannya ke pasien.

Tukang gigi yang telah melaksanakan pekerjaannya berdasarkan Permenkes Nomor 339/Menkes/Per/V/1989, masih dapat menjalankan usahanya sampai peraturan baru tersebut diberlakukan. Pilihan lainnya, mereka masih diperbolehkan menyandang profesi sebagai tukang gigi hingga masa berlaku izin yang bersangkutan habis.  Setelah itu, mereka tidak dapat lagi memperpanjang izinnya.

“Itu artinya, akan ada puluhan ribu masyarakat yang beralih menjadi pengangguran,” tutur Ketua Perkumpulan Tukang Gigi Indonesia (PTGI) Jawa Barat, Mohammad Jufri, Jumat (16/3).

Menurut Jufri, peraturan yang baru ini tidak berpihak kepada rakyat. Sekitar 75 ribu tukang gigi yang ada di seluruh Indonesia terancam kehilangan mata pencaharian. Sebanyak 3 ribu orang di antaranya berada di Bandung Raya. Sebagian dari mereka telah menekuni profesi tersebut selama puluhan tahun. Padahal, kata dia, tukang gigi telah menjadi pilihan bagi masyarakat banyak, terutama mereka yang berasal dari kalangan menengah ke bawah.

Jufri pun menduga, ada kepentingan pihak tertentu di balik lahirnya peraturan ini. "Saya rasa, motifnya berasal dari desakan para tenaga kesehatan yang telah mengantongi ijazah pendidikan formal," ujar dia.

Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat, Alma Lucyati membantah, terbitnya Permenkes RI Nomor 1871/Menkes/Per/IX/2011 bukan karena faktor persaingan bisnis. "Melainkan untuk melindungi masyarakat," ucap Alma.

Alma menerangkan, dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen dinyatakan, tenaga yang bekerja di bidang layanan kesehatan minimalnya harus memiliki ijazah diploma tiga (D3). Kualifikasi ini, lanjut dia, untuk menjamin pelayanan kesehatan agar benar-benar ditangani oleh orang yang memiliki kompetensi di bidangnya.

“Jangankan itu, dokter gigi biasa saja tidak memiliki kewengan membuatkan kawat gigi cekat bagi pasiennya. Harus ditangani oleh ahlinya, yaitu dokter gigi spesialis ortodonti (orthodontist).” terang Alma.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement