Jumat 16 Mar 2012 10:00 WIB

Jangan Sisakan Makananmu, Selamatkan Dunia!

Anak susah makan
Foto: droppounds.net
Anak susah makan

REPUBLIKA.CO.ID, CHICAGO --  ''Habiskan makananmu.'' Anjuran itu biasa diucapkan para ibu kepada anak-anaknya. Menghabiskan makanan di piring mungkin saja tak membantu memberi makan anak-anak yang kelaparan hari ini, tapi saran dari para ibu itu ternyata bisa membantu mengurangi sisa makanan dari pertanian.

Saran itu juga ternyata bisa membantu menjaga lingkungan hidup. Terlebih, kebutuhan makan penduduk terus bertambah, seiring melonjaknya jumlah penduduk bumi.

Para ahli di Reuters Food and Agriculture Summit Chicago, Amerika Serikat, melaporkan, sebanyak 30 sampai 50 persen makanan yang diproduksi di dunia berlalu tanpa dikonsumsi.

Menurut penelitian Natural Resources Defense Council (NRDC), rata-rata orang Amerika membuang 33 pon makanan setiap bulan, dengan nilai 40 dolar AS. Itu artinya, dalam

dalam setahun, setiap orang membuang hampir 400 pon makanan, dengan bobot seberat gorila jantan dewasa.

Departemen Pertanian AS memperkirakan 23 persen telur dan bahkan jumlah yang lebih banyak makanan yang diproduksi berakhir di tempat sampah. "Kita lupa kita memiliki semua sayuran dan buah segar ini, dan pada akhir pekan kita harus membuang semuanya," kata Esther Gove, ibu tiga anak yang masih kecil di South Berwick, Maine. "Sekarang, saya tak membeli barang buah dalam jumlah terlalu banyak seperti biasanya dulu."

Namun dampak dari limbah makanan menjangkau sampai jauh dari ruang dapur. Pertanian adalah pengguna air terbesar di dunia, konsumen besar energi dan bahan kimi dan pembuang utama gas rumah kaca selama produksi, penyaluran dan tumpukan sampah di tempat pembuangan akhir.

Banyak ahli mengatakan pengurangan limbah adalah cara sederhana untuk memangkas tekanan terhadap lingkungan hidup. Pada saat yang sama, proses tersebut meredakan tekanan atas petani -- yang akan diminta memberi makan sebanyak sembilan miliar orang di seluruh dunia pada 2050. Saat ini jumlah penduduk dunia adalah tujuh miliar orang.

"Tak peduli betapa pun kuatnya daya tahan pertanian, jika makanan tak dikonsumsi, itu berarti tak lestari dan itu bukan penggunaan yang baik terhadap sumber daya alam kita," kata Dana Gunders, ahli pertanian yang berkelanjutan di NRD, dalam Reuters Summit.

Di negara yang lebih kaya, sayuran dan buah yang dapat dikonsumsi malah berakhir di tempat pembuangan akhir sebab semuanya tak cukup bagus untuk memenuhi standard pengecer, membusuk di kulkas rumah tangga atau tak dimakan di restoran.

Di negara berkembang, kebanyakan makanan rusak sebelum sampai di pasar akibat jalan yang buruk dan kurangnya pendingin. Harga pangan yang membubung menjadi faktor lain, sebab sebagian orang tak bisa membeli makanan yang diproduksi, kata Patrick Woodwall, Direktur Peneliti dan Penasehat Senior Kebijakan bagi Pengawas Air dan Makanan.

"Itu bukan situasi saat orang harus membuang produksi dalam jumlah berlimpah," kata Woodwal dalam Reuters Summit. "Bahkan pada 2008, saat terjadi kerusuhan karena banyak orang kelaparan di seluruh dunia, sebenarnya ada cukup banyak makanan untuk memberi makan rakyat, cuma harganya terlalu mahal."

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement