REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah, dalam hal ini Kementerian ESDM mengaku siap jika kenaikan tarif dasar listrik (TDL) ditunda untuk waktu yang tak ditentukan. Pasalnya, seluruh fraksi DPR Komisi VII tak memberikan dukungan atas ide tersebut.
"Jika lebih baik ditunda ya kita tunda. Meskipun kita membutuhkan kenaikan itu," kata Menteri ESDM Jero Wacik usai rapat dengar pendapat di DPR Komisi VII di Jakarta, Rabu (14/3). Berikutnya, Kementerian ESDM menyerahkan sepenuhnya cara-cara menghadapi konsekuensi terhadap APBN 2012 kepada Kementerian Keuangan.
Kenaikan TDL tentunya sangat membuat resah masyarakat menengah ke bawah. Pasalnya, masyarakat sedang terbebani rencana kenaikan bahan bakar minyak (BBM) yang hampir positif dilakukan April mendatang.
Rapat sore itu tak berakhir dengan keputusan apapun. Pemerintah dan DPR bersepakat melakukan pertemuan lanjutan. Oleh karenanya, kata Jero, pemerintah belum mengetahui sampai kapan batas penundaan kenaikan TDL tersebut.
Jika ditunda setahun, kata Jero, maka opsinya bisa saja kenaikan TDL tak dilakukan bertahap. "Kenaikannya bisa sekaligus, misalnya Januari 2013 naiknya langsung 10 persen," ujar Jero.
Anggota DPR Komisi VII Fraksi PKB Agus Sulistyono menegaskan fraksinya menolak kenaikan TDL. Ia beralasan, APBN 2012 baru berjalan tiga bulan, tapi PLN sudah mengajukan kenaikan TDL dan penambahan subsidi. "Artinya ada perencanaan yang salah oleh PLN," katanya.
Anggota Fraksi PDI Perjuangan Isma Yatun menyatakan partainya juga menolak sebab pemerintah terkesan menutupi kinerja buruk dari PLN. Anggota Fraksi Golkar Bobby Adhityo Rizaldi menyoroti kenaikan TDL akibat kurangnya regulasi dan pengawasan pelaksanaan dari PLN. Sebab, kenaikan harga minyak mentah Indonesia (ICP) hanya 16 persen, dan kenaikan kurs dolar hanya 2,2 persen. “Tapi, permintaan kenaikan subsidinya kok sampai 133 persen. Korelasi perhitungannya tak ada," ujarnya.
PLN melalui Kementerian ESDM juga mengusulkan penambahan angka subsidi sebesar Rp 49,10 triliun (sudah termasuk margin tujuh persen) dalam Rancangan APBN Perubahan 2012. Hal itu menyebabkan total subsidi untuk PLN tahun ini menjadi Rp 89,55 triliun. Dalam APBN 2012, anggaran subsidi untuk PLN hanya sebesar Rp 40,45 triliun.
Dirjen Ketenagalistrikan PLN Jarman memaparkan ada tujuh alasan mengapa PLN membutuhkan tambahan pasokan subsidi. Pertama, terjadi penurunan pasokan gas untuk listrik yang semula 372,5 Tbtu menjadi 351,5 Tbtu sebesar Rp 8,28 triliun. Kedua, turunnya penggunaan batubara akibat penyesuaian COD PLTU dari semula 48,06 juta ton menjadi 39,37 juta ton sebesar Rp 26,72 triliun.
Ketiga, ada kenaikan sewa diesel dan genset yang semula 7,25 Twh menjadi 11,41 Twh sebesar Rp 3,51 triliun. Keempat, terjadi peningkatan pembelian listrik dari IPP yang semula 40,71 Twh menjadi 43,03 Twh. Kelima, terjadi penurunan pendapatan penjualan listrik dari semula 173,77 Twh menjadi 170,30 Twh sebesar Rp 6,98 triliun.
Keenam, ada kenaikan harga ICP dari 90 dolar AS per barel menjadi 105 dolar AS per barel sebesar Rp 4,70 triliun. "Terakhir, terjadi penurunan biaya bunga pinjaman sebesar Rp 2,48 triliun," kata Jarman.
Direktur PLN Nur Pamudji hanya berkomentar akan mengikuti semua keputusan pemerintah dan DPR. PLN membutuhkan kenaikan TDL dan subsidi untuk menjaga agar kebutuhan investasi listrik setiap tahunnya bisa terjaga. "Jika TDL tak jadi naik, dalam jangka pendek tak berpengaruh, secara jangka panjang pastinya memengaruhi investasi PLN," kata Pamudji.
Pamudji mencontohkan pada 2000, investasi PLN tak menghasilkan tambahan margin. Namun 2 - 3 tahun berikutnya listrik-listrik di daerah sering mengalami pemadaman. Namun, Pamudji meyakini pemerintah dan DPR satu policy terbaik.