Selasa 13 Mar 2012 19:06 WIB

Sejumlah Bupati Sulawesi Bakal Gugat Permen ESDM

Rep: Mutia Ramadhani/ Red: Heri Ruslan

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Sejumlah bupati di Sulawesi akan menggugat pasal-pasal bermasalah yang terkandung dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 07/ 2012. "Kami akan melawan dan menggugat permen ini," kata Bupati Sinjai, Sulawesi Selatan Andi Rudianto Asapa dalam diskusi di Jakarta.

Ada sembilan pasal yang dinilai cacat dan prematur dalam Permen ESDM tersebut. Di antaranya pasal 8 (ayat 2,3, dan 4), pasal 9 (ayat 3), pasal 10 (ayat 1 dan 2), pasal 16 (ayat 1,2,3,4, dan 5), pasal 19, pasal 20 (ayat 1 dan 2), pasal 22 (ayat 1,2, dan 3), dan pasal 23 (ayat 2 dan 3). Pasal yang menjadi pertentangan terberat adalah pasal 21.

Pasal 21 mewajibkan pengusaha tambang mineral melakukan kegiatan pengolahan dan pemurnian mineral (smelter) dalam negeri sebelum diekspor, maksimal Mei 2012. Permen ini justru bertentangan dengan Undang-Undang Mineral dan Batubara Nomor 04/ 2009 yang mengatakan kegiatan itu baru dilaksanakan 2014.

Bupati Gowa, kata Rudianto, bahkan menyatakan akan melawan dengan mengeluarkan peraturan daerah (perda) tandingan. Sebab, dalam kondisi ini, kedudukan perda lebih tinggi dari permen.

Bupati Banggai, Sulawesi Tengah HM Sofhian Mile mengatakan pemda pada dasarnya sepakat mendukung kehendak negara dan berkomitmen meningkatkan nilai tambah barang tambang. Namun, waktu yang dipersiapkan pemda untuk membuat smelter tersebut adalah 2014.

Sofhian mengatakan pemda sudah mulai membuka peluang investor untuk berinvestasi di daerah. Masyarakat di daerah terlanjur menaruh harapan besar untuk pembukaan lapangan kerja. "Tenaga kerja dan usaha tambang nikel dipaksa mati dua bulan ke depan, pemerintah tak mau memikirkan," katanya.

Dirjen Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Thamrin Sihite mengatakan ekspor mineral mentah dari Indonesia terus meningkat setiap tahunnya. “Makanya, pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) harus segera dilakukan,” katanya.

Data Dirjen Mineral dan Batubara menunjukkan hasil tambang nikel, berupa bijih nikel dan feronikel, 100 persennya diproduksi untuk kepentingan ekspor. Produksi bijih nikel tahun ini sekitar 34 juta ton. Jumlah tersebut lebih tinggi dibanding produksi bijih nikel tiga tahun sebelumnya. Di antaranya produksi 2009 (6,1 juta ton), 2010 (7,5 juta ton), dan 2011 (32,9 juta ton).

Sedangkan produksi feronikel tahun ini sekitar 19 ribu ton. Jumlah ini juga lebih tinggi dari tiga tahun sebelumnya, yaitu 2009 (13 juta ton), 2010 (19 juta ton), dan 2011 (18 juta ton). Saat ini, kata Thamrin, industri pengolahan dan pemurnian nikel (smelter) yang eksisting baru PT Aneka Tambang (Antam) dan PT Inco. Kapasitas pengolahannya masing-masing 2,9 juta ton dan 6,08 juta ton.

Jenis-jenis mineral tambang di Indonesia di antaranya nikel, bauksit, tembaga, besi, dan mangan. Dalam medio 2014 – 2016 rencananya akan dibangun 19 pabrik smelter di Indonesia. Sudah ada sejumlah perusahaan yang mengajukan proposalnya. Rinciannya, tujuh pabrik sudah memulai kontruksi, enam pabrik melakukan studi kelaikan, dan sisanya tengah memproses izin pembangunan smelter.

Khusus nikel, rencananya ada tambahan tiga pabrik smelter, di antaranya Weda Bay Nickel pada 2016 berkapasitas enam juta ton. Berikutnya PT Antam pada 2014 dengan kapasitas produksi 900 ribu ton dan 2,95 juta ton.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement