REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Meskipun dinyatakan kalah dalam gugatan pencabutan pembebasan bersyarat oleh Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) DKI Jakarta, Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkum HAM) tetap memberlakukan pengetatan pembebasan bersyarat dan resmisi kepada narapidana korupsi.
Kemenkum HAM meyakini tidak ada yang salah dalam kebijakan pengetatan itu. Menurut Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana, yang dinyatakan kalah PTUN adalah terkait dengan kebijakan Kemenkum HAM yang mengeluarkan Surat Keputusan (SK) terhadap pemberian pembebasan bersyarat terdahap tujuh orang narapidana korupsi.
Pada awalnya, tujuh narapidana itu telah memperoleh pembebasan bersyarat, namun karena Kemenkum HAM mengeluarkan kebijakan pengetatan, pembebasan bersyarat itu dicabut. Karena merasa tidak terima atas keputusan Kemenkumham itu, tujuh orang itu yang kuasanya diberikan kepada Yusril Ihza Mahendra mengajukan gugatan ke PTUN.
PTUN pun mengabulkan gugatan mereka dan memerintahkan Kemenkum HAM memberikan pembebasan bersyarat kepada tujuh narapidana itu. "Nah putusan PTUN itu kita patuhi. Ketujuh orang itu akan mendapatkan pembebasan bersyarat yang sebelumnya pernah kita cabut," kata Denny di kantornya, Kamis (8/3).
Namun demikian, lanjut Denny, putusan PTUN tersebut tidak ada sangkut pautnya dengan kebijakan pengetatan pemberian pembebasan bersyarat dan remisi kepada narapidana korupsi dan teroris. Sehingga, kebijakan itu tetap akan diberlakukan.
Denny menjelaskan, sebelum dikeluarkannya kebijakan pengetatan pemberian pembebasan bersyarat dan remisi, dua hak narapidana yang diatur undang-undang itu diberikan secara gampang. Semenjak Kemenkum HAM dipimpin Amir Syamsudin sebagai menteri dan Denny wakilnya, pemberian dua hak narapidana itu tidak diberikan secara gampang.
"Sekarang ini untuk pemberian pembebasan bersyarat dan remisi harus memenuhi beberapa persyaratan di antaranya adalah memenuhi rasa keadilan masyarakat, telah memenuhi masa hukuman sesuai aturan, dan menjadi justice kolaborator ataupun whistle blower," kata Denny.
Oleh karena itu, Denny menegaskan bahwa kebijakan pengetatan pemberian dua hak narapidana itu tetap diberlakukan. Karena, kebijakan tersebut menurutnya tidak melanggar aturan hukum.
Majelis hakim PTUN Jakarta, Rabu (7/3), mengabulkan gugatan sejumlah terpidana korupsi soal keputusan pembebasan bersyarat terhadap koruptor dan teroris oleh Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta. Sehingga, kebijakan itu harus dicabut.
Keputusan PTUN tersebut diberikankepada penggugat tujuh narapidana korupsi, Ahmad Hafiz Zawawi, Bobby Satrio Hardiwibowo Suhardiman, Mulyono Subroto, Hesti Andi Tjahyanto, Agus Wijayanto Legowo, H Ibrahim, dan Hengky Baramuli yang dikuasakan kepada Yusril Ihza Mahendra. Tujuh terpidana korupsi menggugat keputusan moratorium remisi dan pembebasan bersyarat Menteri Hukum dan HAM, karena itu tidak sesuai Undang Undang Nomor 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.