Sabtu 03 Mar 2012 19:16 WIB

MK Sarankan Presiden Turun Tangan Soal Pertanahan

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi Prof Dr Achmad Sodiki menyarankan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk turun tangan menyinkronkan regulasi di bidang pertanahan karena aturan yang ada saat ini masih tumpang tindih.

"Aturan Menteri Kehutanan, Badan Pertanahan Negara, serta Menteri Energi Energi Sumber Daya Mineral sering tidak sinkron. Kalau menterinya tidak bisa menyelesaikan, Presiden harus turun tangan," kata Prof Dr Achmad Sodiki di Denpasar, Sabtu.

Disela menjadi pembicara seminar nasional yang diselenggarakan Fakultas Hukum Universitas Warmadewa Denpasar, ia mengatakan campur tangan presiden menjadi sesuatu yang mendesak.

Dalam seminar tersebut, ia mengangkat topik mengenai kebijakan pertanahan dalam penataan hak guna usaha untuk kemakmuran rakyat. Hal itu beranjak dari kasus sengketa lahan di Mesuji, Lampung hingga yang terakhir kasus di Bima, Nusa Tenggara Barat, yang berujung pada pembakaran gedung-gedung pemerintah oleh massa.

"Kalau dibiarkan dan tidak segera dibenahi aturan keagrariaan di Indonesia, kerusuhan serupa nanti dapat meletus dimana-mana. Saat ini di negara kita sesungguhnya banyak masalah tanah yang terpendam, baik sisa Orde Lama, Orde Baru, maupun masa Reformasi," ucapnya.

Menurut dia, perundangan perlu disinkronkan agar ada kepastian hukumnya karena situasi ketidakpastian tidak hanya merugikan investor, juga merugikan rakyat Indonesia sendiri.

"Itu sudah menjadi kewajiban pemerintah. Gerakan massal yang timbul akibat sengketa agraria dan di saat polisi sudah tidak bisa mengatasi lagi, justru akan berimbas menggoyahkan pemerintahan," ujarnya.

Di sisi lain, ia mengingatkan agar pemerintah pusat dan pemerintah daerah memberikan perlindungan terhadap tanah-tanah adat yang diatur oleh hukum adat.

"Untuk mengidentifikasi masyarakat adat yang masih hidup hingga aturan hukum adatnya, telah ada instrumen hukumnnya. Baik itu dalam peraturan menteri, UU Perkebunan, UU Kehutanan dan UU lainnnya. Sudah ada, namun tidak diimplementasikan sehingga rakyat yang mempunyai hak menjadi dianeksasi oleh mereka yang mempunyai hak baru," ucapnya.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement