REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pertahanan (Kemenhan) tengah melakukan sejumlah pengadaan pesawat tempur untuk melengkapi kekuatan pertahanan nasional. Salah satau program itu adalah pembelian pesawat tempur Sukhoi SU 30 MK2 dari Rusia. Namun, Wakil Ketua Komisi I DPR, Tubagus Hasanuddin, mengatakan ada indikasi penggelembungan anggaran (mark up) dalam pembelian pesawat itu.
Ia menjelaskan, pembelian enam pesawat Sukhoi dari pemerintah Rusia seharga 470 juta dolar AS telah disetujui DPR masuk dalam anggaran belanja kemenhan pada akhir 2010. Melalui mekanisme government to government (G to G), pemerintah Rusia menyediakan state credit sebesar satu miliar dolar AS.
"Tapi kemudian berkembang isu bahwa Kemenhan melakukan kontrak pembelian tidak melalui Rosoboron Export yang merupakan perwakilan pemerintah Rusia di Jakarta. Tapi, melalui KE lewat sebuah PT X sebagai broker," katanya melalui pesan singkat, Jumat (2/3).
Politisi PDI Perjuangan tersebut menambahkan, dari penjelasan yang dirilis oleh Rosoboron, harga Sukhoi SU 30 MK2 per juli 2011 sekitar 60-70 juta dolar AS per unit. Sehingga, untuk enam unit maksimal seharga 420 juta dolar per AS. Harga ini mengalami kenaikan dari yang dibeli sebelumnya dengan harga 55 juta dolar AS per unit.
"Pertanyaannya, mengapa kemudian harus menggunakan PT X sebagai broker? Padahal ada perwakilan Rusia di jakarta yang diwakili Rosoboron export. Mengapa juga ada perbedaan harga sampai 50 juta dolar AS?" pungkas dia.